Jumat, 15 Juni 2012

SOSIAL EKONOMI

Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI,1996:958). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang laindisekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat.

Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu “oikos” yang berarti keluarga atau rumah tangga dan “nomos” yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan)(KBBI,1996:251).

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan.

Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi Melly G. Tan mengatakan adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981:35).

pengaruh pendamping persalinan dengan lamanya proses persalinan

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
World Health Organization  (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan
meninggal setiap hari akibat komplikasi kehamilan, proses kelahiran, dan aborsi
yang tidak aman-sekitar satu perempuan meninggal setiap menit. Kematian ibu
Menurut WHO adalah kematian yang terjadi  saat hamil, bersalin atau dalam 42
hari pasca persalinan dengan penyebab yang berhubungan langsung atau tidak
langsung terhadap kehamilan. Perdarahan,  sepsis, kelahiran prematur akibat
hipertensi, lahir mati, komplikasi akibat aborsi yang tidak aman menjadi penyebab
langsung yang berkontribusi pada 80% kematian (WHO, 2005).
Berdasarkan Survei Demografi  dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
2002/2003, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 307
per 100.000 kelahiran hidup atau setiap jam terdapat 2 orang ibu bersalin
meninggal dunia karena berbagai sebab.  Demikian pula angka kematian bayi
(AKB), khususnya angka kematian bayi baru lahir (neonatal) masih berada pada
kisaran 20 per 1.000 kelahiran hidup (DepKes, 2004).
AKI di Sumatera Utara pada 5 (lima) tahun terakhir berdasarkan Profil
Kesehatan Sumatera Utara Tahun 2006 menunjukkan kecenderungan penurunan. 
Pada tahun 2002 terdapat 360/100.000 kelahiran hidup (KH), tahun 2003 turun
menjadi 345/100.000 kelahiran hidup, tahun 2004 menurun menjadi  330/100.000
kelahiran hidup, tahun 2005 menurun menjadi 315/100.000 kelahiran hidup dan
tahun 2006 tetap 215/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Propsu, 2007).

Keselamatan ibu berisi jaminan kesehatan yang baik bagi bayinya selama
hamil, persalinan dan  masa setelah persalinan. Laki-laki  sebagai suami ikut
berperan dalam kehidupan dan kesehatan istrinya dan juga dalam kesehatan anak-
anak mereka. Suami memainkan banyak peran kunci selama masa kehamilan dan
persalinan istri serta setelah bayi  lahir, keputusan dan tindakan mereka
berpengaruh terhadap kesakitan dan kesehatan  (Iskandar, 2007)
Kehadiran seorang pendamping persalinan memberikan pengaruh pada ibu
bersalin karena dapat berbuat banyak untuk membantu ibu saat persalinan.
Pendamping tersebut dapat memberikan dorongan dan keyakinan pada ibu selama
persalinan, membantu menciptakan suasana nyaman dalam ruangan bersalin,
melaporkan gejala-gejala atau sakit pada perawat atau dokter, dan membantu ibu
mengatasi rasa tidak nyaman fisik (Danuatmaja, 2004).
Melahirkan adalah suatu perjuangan sehingga dukungan suami saat
melahirkan sangat dibutuhkan. Suami dapat memberikan dukungan jauh sebelum
saat kelahiran tiba, misalnya dengan mendampingi istri mengikuti senam hamil
atau kepelatihan persiapan melahirkan sehingga suami juga mengetahui apa yang
dapat dilakukannya saat istrinya menjalani proses melahirkan (Musbikin, 2005).
Kehadiran suami menjelang saat melahirkan akan membuat istri lebih
tenang. Apabila memungkinkan, suami sebaiknya mendampingi istri di ruangan
bersalin. Kehadiran suami, sentuhan tangannya, do’a dan kata-kata penuh
motivasi yang diucapkan akan membuat istri merasa lebih kuat dan tabah
menghadapi rasa sakit dan berjuang untuk melahirkan bayinya (Nolan, 2003).
Sosa dkk menemukan bahwa para ibu  yang didampingi seorang sahabat
atau keluarga dekat (khususnya suami), selama persalinan berlangsung,

berpeluang jauh lebih kecil mengalami  komplikasi yang memerlukan tindakan
medis dari pada mereka yang tanpa pendamping. Yang mengherankan, persalinan
ibu-ibu dengan pendamping dalam menjalani persalinan, berlangsung lebih cepat
dan mudah, mereka lebih banyak tersenyum, membelai atau berbicara dengan
bayi mereka yang baru lahir (Musbikin, 2005).
Calon ibu yang persalinannya didampingi suaminya lebih jarang
mengalami depresi pasca-salin (post partum blues) ketimbang mereka yang tidak
didampingi. Penelitian lain menyebutkan, kehadiran suami saat persalinan
ternyata membuat waktu persalinan jadi lebih singkat, nyeri juga jadi berkurang,
robekan jalan lahir lebih elastis, terpenuhi perasaan nyaman. Bayi yang dilahirkan
nilai APGAR jauh lebih baik.  Suami sendiri, bisa menjadi  coach bagi istri,
misalnya saat istrinya melahirkan,  ia bisa memberi pijatan ringan di punggung
atau membimbing istrinya bernafas. Hal  sangat membantu proses persalinan,
sehingga peran suami tidak bisa diremehkan (Kurniasih, 2007). 
Dari penelitian tersebut, setidaknya ada dua hal yang cukup mendasar –
yang cukup menarik untuk kita amati.  Pertama : adalah pentingnya seorang
pendamping bagi para ibu yang melahirkan. Kedua : seorang pendamping bisa
mempengaruhi psikis seorang ibu dan lebih jauh membawa pengaruh positif
secara fisik, sehingga ketika masa melahirkan tiba, seorang ibu tidak terlalu
merasakan sakit secara fisik (Musbikin, 2005).
Laporan dan uji terkontrol acak  tentang dukungan persalinan yang
diberikan oleh satu orang, seorang ”doula” (sebagai pemberi perawatan wanita,
yang telah menjalani pelatihan dasar dalam persalinan dan pelahiran serta terbiasa
dengan prosedur perawatan yang bervariasi luas)”, bidan atau perawat, menunjukkan bahwa dukungan fisik dan empati yang terus menerus selama
persalinan menghasilkan banyak keuntungan, termasuk persalinan lebih singkat,
pengobatan dan analgesia epidural lebih sedikit secara signifikan, nilai APGAR
<7 lebih sedikit, dan lebih sedikit persalinan operatif  (Burhan, 2003).
Dari laporan beberapa penelitian yang telah dikemukakan di atas, jelas
bahwa suami atau keluarga sangat berperan penting dalam mendampingi ibu saat
proses persalinan melalui dukungan fisik dan empati yang diberikan selama
persalinan, akan tetapi masih banyak suami dan keluarga bahkan tenaga kesehatan
yang belum mengetahui pentingnya dukungan tersebut. 
Dari survei pendahuluan  pada tanggal 12 Oktober 2007 di Rumah Sakit
Umum Sundari, penulis mendapat informasi dari beberapa Bidan bahwa masih
ada suami yang tidak mau  mendampingi persalinan  karena takut melihat darah
dan malu, sedangkan pihak rumah sakit sudah memberikan kesempatan tersebut,
dan juga bidan menginformasikan bahwa ada juga pendamping persalinan hanya
menonton saja, tidak berbuat apa-apa. Atas informasi inilah sehingga penulis
berminat mengadakan penelitian tentang  ”Pengaruh Tindakan Pendamping
Persalinan Terhadap Lamanya Proses Persalinan di Rumah Sakit Umum
Sundari Medan Maret 2008”.

1.2.  Pertanyaan Penelitian
 Apakah ada pengaruh pendamping persalinan dengan  lamanya proses
persalinan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Maret 2008?

Universitas Sumatera Utara  5
1.3.  Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh tindakan pendamping persalinan dengan lamanya proses persalinan di
Rumah Sakit Umum Sundari Medan Maret 2008.

1.4.  Tujuan Khusus
1.  Untuk mengetahui tindakan yang  dilakukan oleh seorang pendamping
persalinan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan Maret 2008.
2.  Untuk mengetahui lamanya proses  persalinan ibu yang mendapatkan
tindakan pendamping persalinan di Rumah Sakit Umum Sundari Medan
Maret 2008. 
3.  Untuk mengetahui  seberapa besar pengaruh tindakan pendamping
persalinan  terhadap lamanya proses persalinan di Rumah Sakit Umum
Sundari Medan Maret 2008.

1.5. Manfaat Penelitian
1.  Bagi pelayanan kesehatan
Sebagai masukan bagi pelayanan kebidanan di Rumah Sakit Umum
Sundari untuk meningkatkan peran serta keluarga dalam proses persalinan. 
2.  Bagi institusi pendidikan
Sebagai referensi untuk mengadakan penelitian lebih lanjut. 
3.  Bagi peneliti selanjutnya
Menerapkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama kuliah dan
penerapan di lapangan. 

Konsep Dasar Pendampingan Suami

2.1.1    Pengertian Pendampingan
Pendampingan adalah perbuatan mendampingi, menemani dan menyertai dalam suka dan duka (Depdiknas, 2002).
Pendampingan adalah proses, cara, perbuatan mendampingi atau mendampingkan. Suami adalah pria yg menjadi pasangan hidup resmi seorang wanita/istri (Depdiknas, 2002). Pendampingan suami adalah suami yang mendampingi atau menemani istri dalam proses persalinan (Bobak, Jensen & Lowdermilk, 2005).
Pendamping merupakan keberadaan seseorang yang mendampingi atau terlibat langsung sebagai pemandu persalinan, dimana yang terpenting adalah dukungan yang diberikan pendamping persalinan selama kehamilan, persalinan, dan nifas, agar proses persalinan yang dilaluinya berjalan dengan lancar dan memberi kenyamanan bagi ibu bersalin (Sherly, 2009)
2.1.2    Dukungan Pendampingan Suami
Menurut Marshall (2000) menyebutkan bahwa dukungan pada persalinan dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1)     Dukungan fisik adalah dukungan langsung berupa pertolongan langsung yang diberikan oleh keluarga atau suami kepada ibu bersalin antara lain :
1.1)    Perhatikan kebutuhan makan dan minum sang istri
Kadang karena merasa nyeri, tidak nyaman, dan lain – lain lalu selera makan  berkurang. Ingatkan bahwa makan dan minum sangat  penting untuk tenaga  persalinan terutama saat mengejan dan untuk  zat nutrisi bayi dalam kandungan
1.2)    Berpikir positif  akan  memberi energi positif bagi istri
Satu hal yang paling penting  berusahalah untuk tetap tenang. Jangan menambah kepanikan istri dengan kekuatiran dan kebingungan.    Saya bisa mengerti ini tidak mudah. Terlebih pada pengalaman menjadi calon ayah pertama kali. Berusahalah untuk tetap bertahan berada di sisinya dan memberi perhatian  jika anda menyaksikan istri mungkin menangis atau  mengerang. Percayalah Tuhan menciptakan wanita begitu kuat dan luar biasa.  Dia akan bisa bertahan. Yang diperlukan adalah sikap tenang dan pikiran positif anda. Ini akan memberi energi positif juga bagi istri anda
1.3)    Membuat sang istri merasa nyaman dan aman
Semakin  mendekati proses bersalin biasanya rasa nyeri akan  dirasakan oleh sang istri lebih sering. Hal ini akibat kontraksi dari rahim istri anda  dalam proses kemajuan fase  persalinan.  Anda bisa membantu mengurangi keluhan nyeri dengan memijat ringan di pinggang  dan di punggung . Bila pelukan membuatnya merasa  lebih nyaman lakukan saja. Ketika istri merasa bosan dan letih, anda bisa menghiburnya dengan  mengusap perut sang istri dan bicara pada bayi anda.  Cara ini cukup efektif dan berhasil untuk  mengurangi  ketegangan, istri  merasa aman dan dilindungi.
2)    Dukungan emosional adalah dukungan berupa kehangatan, kepedulian maupun ungkapan empati yang akan menimbulkan keyakinan bahwa ibu merasa dicintai dan diperhatikan oleh suami, yang pada akhirnya dapat berpengaruh kepada keberhasilan saat persalinan
2.1) Yakinkan bahwa istri anda mampu melahirkan dengan lancar
Jika dokter dan bidan anda mengatakan bahwa semua hasil pemeriksaan baik dan bisa melahirkan dengan lancar, anda harus terus menanamkan rasa percaya diri dan memberi semangat pada istri bahwa dia mampu  untuk melalui seluruh proses tersebut. Kecemasan yang berlebihan kadang bercampur baur dengan perasaan tidak tega. Bisa dimaklumi bagaimana perasaan cemas juga pasti anda rasakan ketika menyaksikan istri  berjuang untuk melewati tahap demi tahap persalinan. Seringkali  moment ini menjadi saat kritis dimana akhirnya suami memutuskan
2.2) Sabar dan memberi semangat
Menunggu  istri selama  persalinan ada kalanya melelahkan, menimbulkan ketegangan mental. Yang dibutuhkan adalah kesabaran anda sebagai suami  untuk  tetap tenang melewati proses demi proses persalinan. Pada moment itu anda adalah orang terdekat yang mampu memberikan support dan ketenangan bagi sang istri yang sedang berjuang untuk melahirkan
2.3) Ciptakan suasana yang relaks
Jika perlu lakukan  hal -  hal yang bermanfaat selama menunggu proses itu berlangsung dengan  menyetel musik intrumen lembut atau berlatih relaksasi seperti  ketika biasa anda lakukan di rumah bersama istri . Bila anda telah mengikuti kelas prenatal hal ini adalah  kesempatan untuk mempraktekkan semua pengetahuan yang anda peroleh dalam menyongsong kelahiran buah hati.
2.4) Memberikan motivasi kepada istri
Memberikan motivasi kepada istri dalm proses persalinan dapat menumbuhkan semangat istri. berikan dorongan berupa kata-kata yang dapat membuat istri semangat dalam melawan rasa nyeri saat proses persalinan.
2.5) Peduli dan memperhatikan permintaan istri
Proses persalinan membutuhkan banyak kebutuhan baik kebutuhan fisik maupun mental.setiap kebutuhan seorang istri harus selalu terpenuhi, hal ini akan menimbulkan rasa senang dan rasa selalu di cintai oleh seorang suami.

Persalinan adalah saat menegangkan dan menggugah emosi bagi ibu dan keluarga. Persalinan menjadi saat yang menyakitkan dan menakutkan bagi ibu, karena itu pastikan bahwa setiap ibu mendapatkan asuhan sayang ibu selama persalinan dan kelahiran. Asuhan ibu yang dimaksud berupa dukungan emosional dari suami dan anggota keluarga lain untuk berada di samping ibu selama proses persalinan dan kelahiran. Suami dianjurkan untuk melakukan peran aktif dalam mendukung ibu dan mengidentifikasi langkah-langkah yang mungkin untuk kenyamanan ibu. Hargai keinginan ibu untuk menghadirkan teman atau saudara untuk menemaninya (Depkes RI,2002).
Dukungan suami dalam proses persalinan akan memberi efek pada sistem limbic ibu yaitu dalam hal emosi, emosi ibu yang tenang akan menyebabkan sel-sel neuronnya mensekresi hormon oksitosin yang reaksinya akan menyebabkan kontraktilitas uterus pada akhir kehamilan untuk mengeluarkan bayi (Guyton, 1997).
2.1.3    Faktor-faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan
Menurut Hamilton (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi peran pendamping persalinan antara lain :
1)      Sosial ekonomi
Keadaan sosial ekonomi keluarga akan mempengaruhi proses pendampingan suami ketika istri melahirkan, suami yang mempunyai tingkat sosial ekonomi yang mapan akan lebih cenderung memperhatikan dan mendampingi istrinya pada saat melahirkan, hal ini berbeda dengan suami yang mempunyai status sosial ekonomi yang kurang mampu, suami lebih cenderung untuk kurang memperhatikan istri pada saat bersalin, suami lebih sibuk untuk mencari biaya persiapan persalinan bagi istrinya.
2)      Budaya
Keadaan budaya mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, ada beberapa budaya dan sistem religi yang tidak memperbolehkan suami melihat istri melahirkan karena bertentangan dengan nilai budaya dan sistem religi yang dianut oleh individu.
3)      Lingkungan
Keadaan lingkungan mempengaruhi psoses pendampingan suami pada saat istri melahirkan, individu yang berada pada lingkungan pedesaan, kebiasaannya suami tidak mau untuk mendampingi istri pada saat persalinan, suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan.
4)      Pengetahuan
Pengetahuan individu akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai pengetahuan yang baik akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan dukungan pendampingan akan memberikan motivasi yang besar kepada istri pada saat melahirkan, begitu pula sebaliknya suami yang mempunyai pengetahuan yang kurang, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan ketidaktahuan akan manfaat pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan
5)     Umur
Suami yang mempunyai usia yang muda, biasanya tidak mendampingi pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan suami merasa takut dan tidak tega melihat istrinya melahirkan. Kategori umur suami dalam pendampingan persalinan <20 tahun dikategorikan dalam usia muda, diatas 20 tahun atau kurang dari 35 tahun dapat dikategorikan dalam usia dewasa dan suami yang memiliki usia >35 tahun dikategorikan dalam usia matang / tua yang akan mempengaruhi pelaksanaan pendampingan suami terhadap istri pada saat melahirkan, suami yang mempunyai usia matang (dewasa) akan berusaha semaksimal mungkin memberikan dukungan pendampingan pada saat istrinya melahirkan, hal ini dikarenakan kematangan usia untuk berusaha mengerti tentang psikologis istri pada saat persalinan
6)      Pendidikan
Pendidikan juga dapat dikatakan sebagai proses pendewasaan pribadi. Pendidikan kesehatan merupakan proses yang mencakup dimensi dan kegiatan intelektual, psikologi dan social yang diperlukan untuk meningkatkan kemampuan individu dalam pengambilan keputusan secara sadar dan yang mempengaruhi kesejahteraan diri, keluarga, masyarakat. Individu yang berpendidikan akan mempunyai pengetahuan tentang pentinganya pendampingan pada saat persalinan dan mereka cenderung melakukan pendampingan pada saat persalinan, sebaliknya individu yang tidak berpendidikan pengetahuannya akan kurang dan mereka cenderung tidak melakukan pendampingan saat persalinan.
2.1.4    Manfaat Pendampingan Suami Dalam Persalinan
Berikut ini berbagai keuntungan yang akan anda dapatkan saat melibatkan suami dalam persalinan :
1)      Ikut bertanggung jawab mempersiapkan kekuatan mental istri dalam menghadapi persalinan
2)    Walaupun kehadirannya hanya sebatas menemani, memegang tangan istri, mencium dan membisikkan kata-kata yang menghibur tapi hal ini dapat memberikan dorongan kekuatan mental yang ekstra bagi istri
3)    Kehadiran suami, bisa membantu untuk melakukan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian istri selama proses kelahiran sambil ikut membantu mengukur waktu kontraksi
4)    Sentuhan suami dengan mengusap punggung istri sangat membantu
5)    Menjadi titik focus dan bernafas bersama istri pada saat kontraksi
(Yessy, 2011 hal 1-2).

Rabu, 13 Juni 2012

PENGETAHUAN IBU PRIMIGRAVIDA TENTANG PERUBAHAN FISIOLOGIS KEHAMILAN


A.      Latar Belakang
Kehamilan merupakan proses yang fisiologis dan alamiah, proseskehamilan merupakan satu kesatuan mata rantai mulai dari konsepsi, nidasi,adaptasi ibu terhadap nidasi, peneliharaan kehamilan, perubahan hormonsebagai persiapan menyongsong kelahiran bayi (Manuaba, 2007). Kehamilanmelibatkan berbagai perubahan fisiologis antara lain perubahan fisik,perubahan sistem pencernaan, sistem respirasi, sistem traktus urinarius,sirkulasi darah serta perubahan fisiologis. Kehamilan pada umumnyaberkembang dengan normal, namun kadang tidak sesuai dengan yangdiharapkan, sulit diprediksi apakah ibu hamil akan bermasalah selamakehamilan ataupun baik-baik saja (Sarwono, 2006).
Wanita selama kehamilannya memerlukan waktu untuk beradaptasidengan berbagai perubahan yang terjadi dalam dirinya. Perubahan-perubahan yang terjadi selama kehamilan umumnya menimbulkanketidaknyamanan dan kekhawatiran bagi sebagian besar ibu hamil.Perubahan pada ukuran tubuh, bentuk payudara, pigmentasi kulit, sertapembesaran abdomen secara keseluruhan membuat tubuh ibu hamil tersebuttampak jelek dan tidak percaya diri. Kekhawatiran dan ketakutan inisebenarnya tidak berdasar, untuk itu ibu hamil memerlukan nasihat dan saran khususnya dari bidan dan dokter yang dapat menjelaskan perubahanyang terjadi selama kehamilan sehingga ibu tidak khawatir denganperubahan yang dialaminya (Helen, 2001).
Kehamilan dibagi menjadi III trimester, selama kehamilan ibu hamildianjurkan melakukan kunjungan antenatal minimal 4 kali untuk mengetahuimasalah kesehatan selama kehamilan, apakah masalah tersebut bersifatfisiologis atau masalah tersebut bersifat patologis yang dapat mengancamkehamilan. Komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan antara lainhiperemesis gravidarum, perdarahan, anemia, eklampsia, nyeri perut yanghebat (Sarwono, 2006).
Secara umum telah diterima bahwa kehamilan membawa resiko bagiibu. Menurut WHO (Profil Pusdiknakes, 2003) sekitar 15% dari seluruh ibuhamil akan berkembang menjadi komplikasi yang berkaitan dengankehamilannya serta dapat mengancam jiwa ibu dan bayi (Sugiri 2003). Dari 5 juta kehamilan yang terjadi di Indonesia setiap tahunnya, diperkirakan 20.000ibu meninggal akibat komplikasi kehamilan, 13% diantaranya disebabkaneklampsia. Di Sumatera Utara ibu hamil yang meninggal dunia akibatkomplikasi kehamilan lebih dari 50 orang dari 19.500 ibu hamil (Sugiri, 2007).
Dari data yang diperoleh dari Klinik Bersalin Nuraisyah Kota SibolgaTahun 2009, jumlah ibu primigravida yang berkunjung mulai bulan Januari-Maret 2009 sebanyak 50 orang, 50% diantaranya mengalami mual danmuntah pada awal kehamilan, 20% mengalami perubahan pada kulit dan payudara, 15% mengalami sering buang air kecil, perubahan berat badandan 15% lainnya seperti keputihan, edema pada kaki dan sakit padapunggung. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukanpenelitian tentang “Gambaran Pengetahuan Ibu Primigravida TentangPerubahan Fisiologis Selama Kehamilan di Klinik Bersalin Nuraisyah KotaSibolga Tahun 2009”.

B.      Rumusan Masalah
Sesuai latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalampenelitian ini “Bagaimanakah gambaran pengetahuan ibu primigravidatentang perubahan fisiologis selama kehamilan di Klinik Bersalin NuraisyahKota Sibolga Tahun 2009?”.


C.      Tujuan Penelitian
1.       Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran pengetahuan ibu primigravida tentangperubahan fisiologis selama kehamilan di Klinik Bersalin Nuraisyah KotaSibolga Tahun 2009.
2.       Tujuan Khusus
a.       Untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida tentangperubahan fisiologis selama kehamilan berdasarkan umur.
b.      Untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida tentangperubahan fisiologis selama kehamilan berdasarkan pendidikan.
c.       Untuk mengetahui pengetahuan ibu primigravida tentangperubahan fisiologis selama kehamilan berdasarkan pekerjaan.

D.      Manfaat Penelitian
1.       Bagi Penulis
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentangperubahan fisiologis selama kehamilan.
2.       Bagi Ibu Hamil
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan ibu hamil khususnyatentang perubahan fisiologis selama kehamilan.
3.       Bagi Tempat Penelitian
Sebagai bahan masukan bagi bidan dalam meningkatkan mutupelayanan kesehatan khususnya tentang perubahan fisiologis selamakehamilan.
4.       Bagi Pendidikan
Dapat dijadikan sebagai referensi atau sumber informasi untukmelakukan penelitian selanjutnya dan bahan bacaan bagi mahasiswa.

Konsep Kompres Hangat

a.    Definisi Kompres
Dalam bidang keperawatan kompres telah dikenal sejak dulu sebagai cara untuk mengurangi nyeri.
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh yang memerlukan.
Kompres panas dingin, selain menurunkan sensasi nyeri juga dapat meningkatkan proses penyembuhan jaringan yang mengalami kerusakan.
1)    Kompres Dingin
Kompres dingin adalah memasang suatu zat dengan suhu rendah pada tubuh untuk tujuan terapeutik .
2)    Kompres Hangat
Kompres hangat merupakan metode memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bgian tubuh yang memerlukan.
Efek hangat dari kompres dapat menyebabkan vasodilatasi pada pembuluh darah yang nantinya akan meningkatkan aliran darah ke jaringan.Dengan cara ini penyaluran zat asam dan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat diperbaiki yang dapat mengurangi rasa nyeri haid primer yang disebabkan suplai darah ke endometrium kurang.
c.    Tujuan Kompres
1)    Kompres dingin
a)    Menurunkan suhu tubuh.
b)    Mencegah peradangan meluas.
c)    Mengurangi kongesti.
d)    Mengurangi perdarahan setempat.
e)    Mengurangi rasa sakit pada suatu daerah setempat.
2)    Kompres Hangat
a)    Memperlancar sirkulasi darah
b)    Mengurangi rasa sakit
c)    Memberi rasa hangat,nyaman dan tenang pada klien
d)    Memperlancar pengeluaran eksudat
e)    Merangsang peristaltik usus
d.    Indikasi Kompres
1)    Kompres Dingin
a)    Klien dengan suhu tubuh yang tinggi.
b)    Klien dengan batuk atau muntah darah.
c)    Pascatonsillectomy.
d)    Radang,memar.
2)    Kompres Hangat
a)    Klien yang kedinginan (suhu tubuh yang rendah).
b)    Klien dengan perut kembung.
c)    Klien yang mempunyai penyakit peradangan, seperti radang persendian.
d)    Spasme otot.
e)    Adanya abses, hematoma.
e.    Kontra Indikasi Kompres
1)    Kompres Dingin
a)    Penyakit reinaud
b)    Alergi dingin
c)    Trauma yang lama (lebih dari 48 jam)
2)    Kompres Hangat
a)    Trauma 12-24 jam pertama
b)    Perdarahan/edema
c)    Gangguan vascular
d)    Pleuritis
f.    Metode Penggunaan Kompres
Metode kompres hangat dapat menggunakan berbagai cara seperti:
1)    Handuk atau waslap dicelupkan ke dalam air hangat dan diletakkan pada bagian tubuh (handuk ditutup dengan plastik di sekitar daerah kompres agar panas tidak menyebar keluar)
2)    Menggunakan kantong atau buli-buli panas
3)    Mandi air panas
4)    Berjemur di sinar matahari
5)    Menggunakan selimut hangat,bantal panas
6)    Menggunakan lampu penghangat, yaitu lampu 60 watt dengan leher angsa yang diletakkan pada jarak 45- 60 cm di daerah yang akan dikompres.
g.    Lokasi Pengompresan
Kompres hangat merupakan suatu cara memberi rasa hangat pada klien dengan menggunakan heating pad(bantal pemanas), kompres dengan handuk atau botol yang berisi air hangat di perut dan punggung bawah.
h.    Peralatan dan Prosedur Kompres hangat menggunakan buli-buli panas.
1)    Persiapan alat:
a)    Buli-buli panas dan sarungnya.
b)    Termos berisi air panas.
c)    Termometer air panas (bila perlu).
d)    Lap kerja.
2)    Prosedur:
a)    Siapkan peralatan.
b)    Cuci tangan.
c)    Lakukan pemanasan pendahuluan pada buli-buli panas dengan cara: mengisi buli-buli dengan air panas,kencangkan penutupnya, kemudian membalik posisi buli-buli berulang-ulang,lalu kosongkan isinya.
d)    Siapkan dan ukur suhu air yang diinginkan (50-60 °C).
e)    Isi buli-buli dengan air panas sebanyak ± ½ bagian dari ukuran buli-buli tersebut, lalu keluarkan udaranya dengan cara :
(1)    Letakkan atau tidurkan buli-buli diatas meja/tempat datar.
(2)    Bagian atas buli dilipat sampai kelihatan permukaan air di leher buli-buli.
(3)    Kemudian penutup buli-buli ditutup dengan rapat/benar.
f)    Periksa apakah buli-buli bocor atau tidak, lalu keringkan dengan lap kerja dan masukkan  ke dalam sarung buli-buli.
g)    Bawa buli-buli tersebut ke dekat klien.
h)    Beri tahu klien,jelaskan tujuan prosedur ini.
i)    Atur posisi yang nyaman pada klien.
j)    Letakkan/pasang buli-buli pada area yang memerlukan.
k)    Kaji secara teratur kondisi klien untuk mengetahui kelainan yang timbul akibat pemberian kompres dengan buli-buli panas,seperti kemerahan, ketidaknyamanan,kobocoran, dan sebagainya.
l)    Ganti buli-buli panas setelah 20 menit dipasang dengan air panas lagi,sesuai yang dikehendaki.
m)    Bereskan alat-alat bila sudah selesai.
n)    Cuci tangan.
o)    Dokumentasikan.

Konsep Dasar Kecemasan

Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah respon emosional terhadap kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,yang berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak berdaya. (Gail W.Stuart,2006:144)
Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai dengan gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan dari susunan saraf Automotorik. (Haroldl Koplan.MD,1998:145)
Tanda dan gejala cemas
  • Tanda fisik
  • Gemetar,renjatan
  • Rasa goyah,nyeri punggung dan kepala
  • Ketegangan otot
  • Napas pendek,hiperventilasi
  • Mudah lelah
  • Sering kaget
  • Hiperaktivitas automotorik
  • Wajah merah pucat
  • Takikardia
  • Tangan rasa dingin
Gejala psikologik
  • Rasa takut
  • Sulit konsentrasi
  • Hepervigilance/siaga berlebihan
  • Isomnia
  • Libido menurun
  • Rasa mengganjal ditenggorokan
  • Rasa mual diperut
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan ada dua :
Faktor-faktor kognitif
Fokus dari perspektif kognitif adalah pada peran dari cara berpikir yang distorsi dan disfungsional yang mungkin memegang peran pada pengembangan gangguan-gangguan kecemasan. beberapa gaya berpikir yang dikaitkan dengan gangguan-gangguan kecemasan adalah:
Prediksi berlebihan terhadap rasa takut
Orang dengan gangguan kecemasan sering kali memprediksi secara berlebihan tentang seberapa besar ketakutan atau kecemasan yang akan mereka alami dalam situasi-situasi pembangkitan - kecemasan, orang dengan fobia ular misalnya, mungkin berharap akan gemetar ketika berhadapan dengan seekor ular
Keyakinan yang Self-Defeating atau rasional
Pikiran-pikiran Self-Defeating dapat meningkatkan dan mengekalkan gangguan-gangguan kecemasan dan fobia. Bila berhadapan dengan stimuli pembangkitan kecemasan, orang mungkin berfikir, ”Saya harus keluar dari sini,” atau”Jantung saya akan meloncat keluar dari dada saya”.pikiran-pikiran semacam ini mengintensifikasi keterangsangan otomotorik: menunggu rencana, memperbesar aversivitas stimuli, mendorong tingkah laku menghindar,dan menurunnya harapan untuk Self-Efficacy sehubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengembalikan situasi.
Sensitivitas berlebihan terhadap ancaman
Suatu sensitivitas berlebihan terhadap sinyal ancaman adalah ciri utama dari gangguan-gangguan kecemasan. Orang-orang dengan fobia memersepsikan bahaya pada situasi-situasi yang oleh kebanyakan orang dianggap aman,seperti menaiki elevator atau mengendarai mobil melalui jembatan. Kita semua mempunyai sistem alarm internal yang sensitif terhadap sinyal ancaman. Sistem ini secara ovulasi mempunyai keuntungan untuk manusia karena meningkatkan kemungkinan terhadap hidup dalam lingkungan yang sarat akan hostilitas.
Sensitivitas kecemasan
Sensitivitas kecemasan (anxiety sensitivity) biasanya didesifinisikan sebagai ketakutan terhadap kecemasan dan simtom-simtom yang terkait dengan kecemasan. Orang dengan taraf sensitivitas yang tinggi terhadap kecemasan mempunyai ketakutan terhadap ketakutan itu sendiri. Mereka takut terhadap emosi-emosi mereka atau takut bahwa keterangsangan tubuh yang diasosiasikan dengan keadaan tersebut akan menjadi tidak terkendali, mengakibatkan konsekuensi yang merugikan, seperti menderita serangan jantung,mereka mungkin mudah sekali menjadi panik bila mereka mengalami tanda-tanda kebutuhan dari kecemasan,seperti jantung berdebar, nafas pendek, karena mereka menganggap simtom-simtom ini sebagai akan datangnya malapetaka.
Sensitivitas terhadap kecemasan merupakan faktor resiko yang penting bagi gangguan panik
Salah mengatribusikan sinyal-sinyal tubuh
Para teoretikus kognitif menunjukkan peran dari salah interpretasi yang membawa bencana, seperti peran palpitasi jantung,pusing tujuh keliling,kepala enteng dalam eskalasi dari simtom-simtom panik menjadi serangan panik yang parah. Epinefrina mengintensifikasi sensasi fisik dengan terjadinya peningkatan denyut jantung, nafas cepat, dan berkeringat. Perubahan-perubahan pada sensasi tubuh ini diinterpretasikan secara salah sebagai tanda-tanda dari akan terjadinya serangan panik atau lebih buruk lagi sebagai tanda akan terjadinya bencana(“Ya Tuhan,saya mendapat serangan jantung!”). salah atribusi dari sinyal-sinyal tubuh lebih lanjut dapat memperkuat persepsi akan adanya ancaman,yang kemudian meningkatkan kecemasan, dan lebih lanjut lagi menyebabkan simtom-simtom tubuh yang terkait dengan kecemasan, dan seterusnya dalam suatu lingkaran setan yang dengan cepat akan membubung menjadi serangan panik yang sepenuhnya
Kecemasan dan Self-Efficacy yang rendah
Kehilangan kepercayaan dalam kemampuan sendiri untuk mengekspresikan dirinya sendiri. Ide yang ingin diungkapkan dihambat oleh kecemasan,yang mengganggu kemampuannya untuk berpikir dan berbicara dengan jelas. Kecemasan ini dipertahankan dengan persepsi yang salah tentang dirinya sebagai tidak mampu untuk mengatakan hal yang benar bila diminta untuk berpendapat dalam kelas atau bila berjumpa dengan orang-orang baru
Faktor-faktor Biologis
Bukti-bukti makin bertambah mengenai pentingnya faktor-faktor biologis pada gangguan-gangguan kecemasan faktor-faktor seperti hereditas dan ketidakseimbangan biokimia di otak. faktor biologis diantaranya adalah:
Faktor-faktor genetis
Faktor-faktor genetis tampak mempunyai peran penting dalam perkembangan gangguan-gangguan kecemasan, termasuk gangguan panik ,gangguan kecemasan menyeluruh, gangguan obsesis-kompulsif, dan gangguan-gangguan fobia. Peneliti juga mengaitkan suatu gen dengan neurotisisme, suatu trait kepribadian yang mungkin mendasari kemudahan untuk berkembangnya gangguan-gangguan kecemasan. Trait neurotitisme mempunyai ciri kecemasan, suatu perasaan bahwa suatu yang buruk akan terjadi,dan kecenderungan untuk menghindari stimulus pembangkit ketakutan. Para peneliti memperkirakan bahwa separuh variabilitas dari masyarakat dalam populasi umum yang mempunyai trait mendasar ini berasal dari faktor-faktor ganetis,dan factor lingkungan menjelaskan yang separuhnya lagi.
Neorotransmiter
Sejumlah neurotransmitter berpengaruh pada reaksi kecemasan,termasuk gamma aminobutyrc (GAMA). GAMA adalah neurotransmitter yang inhibitori, yang berarti meredakan aktivitas berlebih dari system saraf dan membantu untuk meredam respon-respon stress. bila aksi GABA tidak adekuat, neuro-neuro dapat berfungsi berlebihan,kemungkinan menyebabkan kejang-kejang .dalam kasus-kasus yang kurang dramatis,aksi GABA yang kurang adekuat dapat meningkatkan kecemasan. ketidakteraturan dalam reseptor serotonin dan norepinephrine di otak juga memegang peran dalam gangguan-gangguan kecemasan. (Jeffrey S. Nevid, 2005:180)
Tingkat Kecemasan.
Kecemasan ringan
Berhubungan dengan ketegangan dalam hidup sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang lain. sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.
Kecemasan berat
Sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua prilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain.
Kecemasan tingkat panik.
Berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Rincian terpecah dari proporsinya karena mengalami kehilangan kendali,orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian. Dengan panik ,terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional. Tingkat kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan,dan jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan kematian. (Stuart dan Sundeen,1998:175)
Faktor Predisposisi
Dalam pandangan psikoanalitik, kecemasan adalah konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian-id dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitive seseorang, sedangkan superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang. Ego atau Aku, berfungsi menengahi dua tuntutan dari elemen yang bertentangan, dan fungsi kecemasan adalah mengikatkan ego bahwa ada bahaya.
Menurut pandangan interpersonal, kecemasan timbul dari perasaan takut terhadap tidak adanya penerimaan dan penolakan interpersonal. Kecemasan juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan kehilangan,yang menimbulkan kelemahan spesifik. Orang dengan harga diri rendah terutama mudah mengalami perkembangan kecemasan yang berat.
Menurut pandangan prilaku, kecemasan merupakan produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkan. Pakar prilaku lain menganggap kecemasan sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Pakar tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan dininya dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan kecemasan pada kehidupan selanjutnya.
Kajian keluarga, Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal yang biasa ditemui dalam suatu keluarga. Ada tumpah tindih dalam gangguan kecemasan dan antara gangguan kecemasan dengan depresi.
Kajian biologis, menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepines. Reseptor ini mungkin membantu mengatur kecemasan.(Gail W.Stuart, 2006:146)

Konsep Dasar Pengetahuan

PENGERTIAN
  • Pengetahuan merupakan hasil dari “Tahu” dan terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap sesuatu obyek. Penginderaan terjadi melalui panca indera yaitu : penglihatan, pendengaran, penciuman rasa dan raba. Namun sebagian besar pengetahuan seseorang didapat melalui panca indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).
  • Pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya. Pengetahuan juga merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disengaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengamatan terhadap suatu objek tertentu (Mubarok, 2007).

TINGKAT PENGETAHUAN
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (over behavior) pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
1.Know (Tahu)
Yaitu mengingat, menghafal suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya, ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
2.Comprehension (Pemahaman)
Yaitu suatu kemampuan untuk menjelaskan atau menginterprestasikan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat diinterpretasi dengan benar.
3.Application (Penerapan)
Yaitu kemampuan untuk menggunakan konsep, prinsip dan prosedur materi yang telah dipelajari pada waktu, situasi atau kondisi sesungguhnya.
4.Analysis (Analisis)
Yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek dalam bentuk komponen-komponen. Hal ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan/membuat bagan, membedakan atau memisahkan, mengelompokkan dan lain sebagainya.
5.Synthesis (Sintesis)
Yaitu kemampuan untuk melakukan/menghubungkan bagian-bagian kedalam satu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain. Sintesis adalah kemampuan untuk menyusun formulir baru dengan formasi yang ada.
6.Evaluasi
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keselarasan yang baru dengan kata lain evaluasi adalah kemampuan untuk menilai dan menyusun formulir dari formula-formula yang ada.
Berdasarkan hal tersebut diatas disebutkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses mulai dari mengingat, memahami, selanjutnya mampu melanjutkan ,menjabarkan dan mampu untuk menilai dari suatu objek atau stimulus tertentu (Notoadmojo, 2003).

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Mubarok (2007):
1.Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya. Sebaliknya jika seseorang tingkat pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang baru diperkenalkan.
2.Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.
3.Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan dan pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan pertama, perubahan ukuran, kedua, perubahan proporsi, ketiga, hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis atau mental taraf berpikir semakin matang dan dewasa.
4.Minat
Minat sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam.
5.Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan berusahan untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam emosi kejiwaannya, dan akhirnya dapat pula membentuk sikap positif dalam kehidupannya.
6.Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan, karena lingkungan sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
7.Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

CARA MEMPEROLEH PENGETAHUAN
Menurut Notoatmodjo (2005) cara memperoleh pengetahuan dapat dikelompokkan menjadi dua :
1.Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan
Cara kuno atau tradisional ini dipakai orang untuk memperolah kebenaran pengetahuan, sebelum diketemukannya metode ilmiah, atau metode penemuan sistematik dan logis. Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini meliputi :
1).Cara coba salah (trial and error)
Cara ini telah dipakai orang sebelum adanya kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Pada waktu itu seseorang apabila menghadapi persoalan atau masalah, upaya pemecahannya dilakukan dengan coba-coba saja. Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah, dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain. Apabila kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan seterusnya, sampai masalah tersebut dapat terpecahkan. Itulah sebabnya maka cara ini disebut metode trial (coba) and error (gagal atau salah) atau metode coba-salah/coba-coba.
2).Cara kekuasaan atau otoritas
Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh orang, tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini biasanya diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Misalnya, mengapa harus ada upacara selapanan dan turun tanah pada bayi, mengapa ibu yang sedang menyusui harus minum jamu, mengapa anak tidak boleh makan telur dan sebagainya.
Kebiasaan seperti ini tidak hanya terjadi pada masyarakat tradisional saja, melainkan juga terjadi pada masyarakat modern. Kebiasaan-kebiasaan seperti ini seolah-olah diterima dari sumbernya sebagai kebenaran yang mutlak. Sumber pengetahuan tersebut dapat berupa pemimpin-pemimpin masyarakat baik formal maupun informal, ahli agama, pemegang pemerintahan dan sebagainya. Dengan kata lain, pengetahuan tersebut diperoleh berdasarkan otoritas atau kekuasaan, baik tradisi, otoritas pemerintah, otoritas pemimpin agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.
3).Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman adalah guru yang baik, yang bermakna bahwa pengalaman itu merupakan sumber pengetahuan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
4).Melalui jalan pikiran
Dalam memperoleh kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan pikirannya melalui induksi atau deduksi. Induksi yaitu : proses penarikan kesimpulan yang dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan yang bersifat umum. Deduksi yaitu : pembuatan kesimpulan dari pernyataan umum kepada khusus.

2.Cara modern
Cara baru atau cara modern dalam memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan alamiah. Cara ini disebut “metode penelitian ilmiah” atau lebih populer disebut metodologi penelitian yaitu dengan mengembangkan metode berfikir induktif. Mula-mula mengadakan pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau kemasyarakatan kemudian hasilnya dikumpulkan dan diklasifikasikan, akhirnya diambil kesimpulan umum.
Memperoleh kesimpulan dilakukan dengan observasi langsung dan membuat pencatatan. Pencatatan ini mencakup tiga hal pokok yakni :
a.Segala sesuatu yang positif yakni gejala tertentu yang muncul pada saat dilakukan pengamatan.
b.Gejala sesuatu yang negatif yakni gejala tertentu yang tidak muncul pada saat dilakukan pengamatan.
c.Gejala-gejala yang muncul secara bervariasi yaitu gejala-gejala yang berubah-ubah pada kondisi tertentu.
Berdasarkan hasil pencatatan-pencatatan ini kemudian ditetapkan ciri-ciri atau unsur-unsur yang pasti pada suatu gejala. Selanjutnya hal tersebut dijadikan dasar pengambilan kesimpulan atau generalisasi. Prinsip-prinsip umum yang dikembangkan sebagai dasar untuk mengembangkan metode penelitian yang lebih praktis. Selanjutnya diadakan penggabungan antara proses berfikir deduktif-induktif.Venvikatif sehingga melahirkan suatu cara penelitian yang dikenal dengan metode penelitian ilmiah.

DAFTAR PUSTAKA

Alimul, Aziz. 2009. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Rineka Cipta.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.
Ahmad. (2009). Pernikahan Dini Masalah Kita Bersama. http://pa-bantul.net. Diakses 29 Maret 2010.
Alfiyah. (2010). Faktor-faktor Pernikahan Dini. http://alfiyah23.student.um.ac.id. Diakses 28 Maret 2010.
Budiarto, Eko (2003) Biostatistika untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta. EGC.
Effendy, N. (2004). Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:EGC.
Ihsan. (2008). Tuntunan Praktis Rumah Tangga Bahagia. Surabaya. BP-4 Jatim.
Lutfiati. (2008). Pernikahan Dini Pada Kalangan Remaja (15-19 tahun). http://nyna0626.blogspot.com. Diakses 4 April 2010.
Lany. (2008). Mengatasi Masalah Pernikahan Dini. http://www.solutionexchange.or.id. Diakses 5 April 2010.
Lubis. (2008). Keputusan Menikah Dini. http://wargasos08yess.blogspot.com. Diakses 3 April 2010.
Mubarok. (2007). Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar Dalam Pendidikan. Yogyakarta. Graha Ilmu.
Notoatmodjo. (2003). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Notoatmodjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
Nugroho. (2008). Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta. EGC.
Nukman. (2009). Yang Dimaksud Pernikahan Dini. http://www.ilhamuddin.co.cc. Akses 28 Maret 2010.
Nursalam. (2008). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian. Jakarta : Salemba Medika.
Sugiyono. (2006). Statistik Untuk Penelitian. Alfabeta : Bandung.
Utsaimin. (2009). Dasar Hukum Hidup Berumah Tangga. Surabaya. Risalah Hati.

Konsep Dasar Persalinan

Pengertian
  • Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar (Mansjoer, 2000 : 291).
  • Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2007 : 100).

Fisiologis Persalinan
  • Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya persalinan:

Teori Penurunan Progesteron
  • Penuaan plasenta telah dimulai sejak usia kehamilan 30-60 minggu sehingga terjadi penurunan konsentrasi progesteron dan estrogen pada saat hamil, terjadi perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron yang menimbulkan kontraksi Braxton Hicks, yang selanjutnya akan bertindak sebagai kontraksi persalinan. Kenyataan menunjukkan bahwa saat menjelang persalinan, tidak terjadi penurunan konsentrasi progesteron.

Teori Oksitosin
  • Menjelang persalinan terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim sehingga mudah terstimulasi saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus atau minimal melakukan kerjasama.

Teori Keregangan Otot Rahim
  • Induksi persalinan dapat dilakukan dengan memecahkan ketuban sehingga keregangan otot rahim makin pendek dan kekuatan untuk berkontraksi makin meningkat.

Teori Janin
  • Sinyal yang diarahkan pada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir, belum diketahui dengan pasti. Kenyataan menunjukkan, bila terdapat anomaly hubungan hipofisis dan kelenjar supraneal, persalinan akan menjadi lebih lambat. Diduga bahwa keutuhan hipofisis dan glandula suprarenal sangat penting walaupun bentuk diketahui bentuk sinyalnya.

Teori Prostaglandin
  • Menjelang persalinan, diketahui bahwa prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua. Diperkirakan bahwa terjadinya penurunan progesterone dapat memicu interleukin -1 untuk melakukan “hidrolisis gliserofosfolofid” sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat menjadi prostaglandin, PGE2, dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan amnion. Selain itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium desidua dan korion leave.
  • Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi bila diberikan dalam bentuk infuse, per os, atau secara intra vaginal. Oleh karena itu, dapat dikemukakan bahwa proses mulainya persalinan merupakan proses yang kompleks dan paling dominant, tetapi merupakan inisiasi pertama yang masih belum diketahui dengan pasti.

Tanda Menjelang Persalinan
  • Untuk primigravida kepala janin telah masuk PAP pada minggu 36 yang disebut lightening
  • Rasa sesak di daerah epigastrum makin berkurang.
  • Masuknya kepala janin menimbulkan sesak dibagian bawah dan menekan kandung kemih.
  • Dapat menimbulkan sering kencing atau polakisuria
  • Pada Pemeriksaan : Tinggi fundus uteri semakin turun; Serviks uteri mulai lunak, sekalipun terdapat pembukaan

Braxton Hicks Kontrasepsi makin frekuen :
  • Sifatnya ringan, pendek, tidak menentu jumlahnya dalam 10 menit
  • Pengaruhnya terhadap effescement dan pembukaan serviks dapat mulai muncul.
  • Kadang-kadang pada multigravida sudah terdapat pembukaan.
  • Dengan stripping selaput ketuban akan dapat memicu his semakin frekuen dan persalinan dapat dimulai.

Tanda Mulai Persalinan
Timbulnya his persalinan dengan ciri :
  • Fundul dominant
  • Sifatnya teratur makin lama intervalnya makin pendek
  • Terasa nyeri dari abdomen dan menjalar ke pinggang
  • Menimbulkan perubahan progresif pada serviks berupa perlunakan dan pembukaan
  • Dengan aktivitas his persalinan makin bertambah
(Manuaba, 2007 : 314).

  • Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks.

Tanda dan Gejala Inpartu termasuk :
  • Penipisan dan pembukaan serviks
  • Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan pada serviks (frekuensi minimal 2 kali dalam 10 menit).
  • Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina
(Waspodo, 2007 : 37).

Berlangsungnya Persalinan Normal
  • Persalinan dibagi menjadi 4 kala:

Kala I (Kala Pembukaan)
  • Kala I persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm).
Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase :

  • Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lembab sampai mencapai ukuran diameter 3 cm

  • Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi, yakni :
  1. Fase Akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm
  2. Fase Dilatasi Maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
  3. Fase Deselerasi : Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.

Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13 jam sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.

Kala II
Pengertian Kala II
  • Kala II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi (Waspodo, 2007 : 75).

Gejala dan Tanda Kala II Persalinan adalah :
  • Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
  • Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada rectum dan atau vaginanya
  • Perineum menonjol
  • Vulva vagina dan sfingter ani membuka
  • Meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah

  • Tanda pasti kala II ditentukan melalui periksa dalam (informasi obyektif) yang hasilnya adalah :
  • Pembukaan serviks telah lengkap
  • Terlihatnya bagian kepala bayi melalui introitus vagina

  • Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Oleh karena biasanya kepala janin sudah masuk ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar. Perineum menonjol menjadi lebih besar dan anus membuka. Labia membuka dan tak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila panggul sudah lebih berelaksasi kepala tidak masuk lagi di luar his. Dengan kekuatan mengejan maksimal kepala lahir dengan suboksiput dibawah simphisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primgravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.

Kala III
  • Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah. Kala III berlangsung sampai 6 sampai 15 menit setelah janin dikeluarkan.

Kala IV
  • Dimulai dari saat lahirnya plasenta sampai 2 jam pertama post partum. Harus diperharikan 7 pokok penting 1) Kontraksi uterus harus bagus; 2) Tidak ada perdarahan dari vagina atau alat genetalia lainnya; 3) Plasenta dan selaput ketuban harus telah lahir lengkap; 4) Kandung kencing harus kosong; 5) Luka-luka pada perineum terawat dengan baik dan tidak ada hematoma; 6) Bayi dalam keadaan baik; 7) Ibu dalam keadaan baik. Nadi dan tekanan darah normal, tidak ada pengaduan sakit kepala atau enek. Adanya frekuensi nadi yang menurun dengan volume yang baik adalah suatu gejala baik.

Penatalaksanaan Persalinan Normal
Anamnesa
  • Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan. Informasi ini digunakan dalam proses membuat keputusan klinik untuk menentukan diagnosis dan mengembangkan rencana asuhan atau perawatan yang sesuai, meliputi :
  1. Nama, umur, dan alamat
  2. Gravida dan para
  3. Hari pertama haid terakhir
  4. Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
  5. Riwayat alergi obat-obat tertentu
  6. Riwayat kehamilan yang sekarang dan sebelumnya
  7. Riwayat medis lainnya (masalah pernapasan, hipertensi, gangguan jantung, berkemih, dan lain-lain)
  8. Riwayat medis saat ini (sakit kepala, gangguan penglihatan, pusing atau nyeri epigastrum bagian atas)

Pemeriksaan Fisik
  • Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta kenyamanan fisik ibu bersalin, meliputi; pemeriksaan abdomen. Pemeriksaan abdomen digunakan untuk :
  1. Menentukan tinggi fundus uterus
  2. Memantau kontraksi usus
  3. Memantau denyut jantung janin
  4. Menentukan presentasi
  5. Menentukan penurunan bagian terbawah janin

Pemeriksaan Dalam
  • Pemeriksaan dalam diperlukan untuk menilai :
  1. Vagina, terutama dindingnya, apakah ada bagian yang menyempit
  2. Keadaan serta pembukaan serviks
  3. Kapasitas panggul
  4. Ada atau tidak adanya penghalang (tumor) pada jalan lahir
  5. Sifat fluor albus dan apakah ada alat yang sakit umpamanya bartholmitis, urethritis, sistitis, dan sebagainya
  6. Pecah tidaknya ketuban
  7. Presentasi kepada janin
  8. Turunnya kepala dalam ruang panggul
  9. Penilaian besarnya kepala terhadap panggul
  10. Apakah partus telah mulai atau sampai dimanakah partus telah berlangsung (Prawirohardjo, 2006 : 193)

  • Mendokumentasikan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik kedalam patograf meliputi: informasi tentang ibu, kondisi janin, kemajuan persalinan, jam dan waktu, kontraksi uterus, obat-obatan dan cairan yang diberikan, kondisi ibu dan asuhan serta pengamatan klinik, mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik (Waspodo, 2007 : 38-44)

Mekanisme Persalinan
  • His adalah salah satu kekuatan pada ibu seperti telah dijelaskan- yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin kebawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai masuk ke dalam rongga panggul.
  • Masuknya kepala melintasi pintu atas panggul dapat dalam keadaan sinklitismus, ialah bila arah sumbu kepala janin tegak lurus dengan bidang pintu atas panggul. Dapat pula kepala masuk dalam keadaan asinklitismus, yaitu arah sumbu kepala janin miring dengan pintu atas panggul.

  • Keadaan asinklitismus anterior lebih menguntungkan daripada mekanisme turunnya kepala dengan asinklitismus posterior karena ruangan pelvis di daerah posterior adalah lebih luas dibandingkan dengan ruangan pelvis di daerah anterior.
  • Akibat sumbu kepala janin yang eksentrik atau tidak simetris, dengan sumbu lebih mendekati suboksiput, maka tahanan oleh jaringan di bawahnya terhadap kepala yang akan menurun, menyebabkan bahwa kepala mengadakan fleksi di dalam rongga panggul dengan ukuran yang paling kecil, yakni dengan diameter suboksipitobregmatikus (9,5 cm) dan dengan sirkumferensia suboksipitobregmatikus (32 cm).

  • Sampai didasar panggul kepala janin berada didalam keadaan fleksi maksimal. Kepala yang sedang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang atas ke bawah depan. Akibat kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterine disebabkan oleh his yang berulang-ulang, kepala mengadakan rotasi, disebut pula putaran paksi dalam. Di dalam hal mengadakan rotasi ubun-ubun kecil akan berputar ke arah depan, sehingga di dasar panggul ubun-ubun kecil berada di bawah simfisis. Dengan suboksiput sebagai hipomoklion, kepala mengadakan gerakan defleksi untuk dapat dilahirkan.

  • Dengan kekuatan his bersama dengan kekuatan mengedan, berturut-turut tampak bregma, dahi, muka, dan akhirnya dagu. Sesudah kepala lahir, kepala segera mengadakan rotasi, yang disebut putaran paksi luar. Putaran paksi luar ini ialah gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan kedudukan kepala dengan punggung anak.

  • Didalam rongga panggul, bahu akan menyesuaikan diri dengan bentuk panggul yang dilaluinya, sehingga didasar panggul, apabila kepala telah dilahirkan, bahu akan berada dalam posisi depan belakang. Selanjutnya dilahirkan bahu depan terebih dahulu baru kemudian bahu belakang. Demikian pula dilahirkan trokanter depan terlebih dahulu, baru kemudian trokanter belakang, kemudian bayi lahir seluruhnya (Prawirohardjo, 2006:188-190).

  • Lama persalinan sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh paritas, interval kelahiran, status psikologis, presentasi dan posisi janin, bentuk dan ukuran pelvik maternal, serta karakteristik kontraksi uterus (Fraser, 2009 : 432).

DAFTAR PUSTAKA

  1. Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
  2. Azwar, Azrul. 2007. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK – KR.
  3. Affandi, Biran. 2003. Buku Acuan Persalinan Normal Bersih dan Aman. Jakarta : JNPK – KR.
  4. Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
  5. Budiarto, S. 2002. Biostatistika Untuk Kedokteran Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: EGC.
  6. Chandra, Budiman. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: EGC.
  7. Coad, Jane. 2006. Anatomi dan Fisiologi Untuk Bidan. Jakarta: EGC.
  8. Cunningham, Gary. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC.
  9. Fraser, Diane M. 2009. Buku Ajar Bidan Myles. Jakarta: EGC.
  10. Heffner, J Linda. 2006. At a Gland Sistem Reproduksi. Jakarta: Erlangga
  11. Manuaba, Ida Ayu Chandranita. 2008. Buku Ajar Patologi Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
  12. Manuaba, Ida Bagus Gede. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
  13. Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta: Media Aesculapius.
  14. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
  15. Nursalam. 2006. Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
  16. Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  17. Pearce, C. Evelyn. 2008. Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  18. Saifuddin, Abdul Bari. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
  19. Simkin, Penny. 2007. Edisi Revisi Panduan Lengkap Kehamilan, Melahirkan, dan Bayi. Jakarta: Arcan.
  20. Shelov P, Steven. 2008. Panduan Lengkap Perawatan Untuk Bayi Dan Balita. Jakarta : Arcan.
  21. Sastrawinata, Sulaiman. 2004. Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.
  22. Suradi, Ruslina. 2003. Manajemen Laktasi. Jakarta : Perkumpulan Perinatologi Indonesia.
  23. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R & D. Bandung : Alfabeta.
  24. Tucker, Susan Martin. 2004. Seri Pedoman Praktis Pemantauan Dan Pengkajian Janin. Jakarta: EGC.
  25. Varney, Helen. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC.
  26. Yeyeh, Ai. 2009. Asuhan Kebidanan 2 (Persalinan). Jakarta: ISBN.