Rabu, 20 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH


A.   DEFENISI
Konsep diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubuingan orang lain, atau cara individu memandang dirinya secara utuh baik fisik emosi, intelektual, social dan spiritual (Susilawati dkk, 2005).
Konsep diri termasuk persepsi individu akan sifat kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan (Stuart dan Sundeen dalam keliat, 1992).
Konsep diri merupakan semua perasaan dana pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri, dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. ( menurut www.google.com search for Asuhan Keperawatan Pada Harga Diri Rendah, diana Apriana, 2005).
Dari beberapa pengertian di atas, konsep diri dapat dikatakan juga merupakan semua pikiran, keyakinan, perasaan dan kepercayaan mengenai dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain tetapi konsep diri ini belum ada saat lahir, di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif, sedangkan konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaftif.
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ). Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
B.   ETIOLOGI
Biasanya yang menyebabkan harga diri rendah adalah kurangnya umpan positif, perasaan di tolak oleh orang terdekat, sejumlah kegagalan dan ketidakberdayaan, ego yang belum berkembang dan menghakimi super ego. (keliat, 1998).

1.    Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari gangguan konsep diri : harga diri rendah (Budi Ana keliat, 1992)
a.    Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan faktor konstribusi pada gangguan konsep diri.
b.    Anak yang tidak menerima kasih sayang
c.    Individu yang tidak mengerti akan dengan tujuan kehidupan akan gagal menerima tangguang jawab untuk diri sendiri
d.    Penolakan orang tua, harapan yang tidak realistis, tergangtung pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

Faktor predispoisisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen, dalam Keliat, (1998:2). Faktor yang mempengaruhi diri rendah meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jwab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
2.    Faktor presipitasi
a.    Pola asuh anak yang tidak tepat atau dituruti, dilarang, dituntut
b.    Kesalahan dan kegagalan berulang kali
c.    Cita-cita yang tidak dapat dicapai
d.    Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri


C.   RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Rentang respon konsep diri (Stuart G. W dan Sundeen, S. J, 1998)

Respon adaptif                                                            Respon mal adaptif



Aktualisasi      konsep           harga diri         kerancuan       depresionalisasi
Diri                   positif               rendah             identitas

Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma – norma sosial, secara umum yang berlaku di masyarakat.
Respon adaptif terdiri dari :
a.    Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri dengan yang positif dengan latar belakang
pengalaman sukses.
b.    Konsep diri positif
Klien mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya, dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam menilai asuatu masalah sesuai dengan norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat jika menyimpang ini merupakan respon adaptif.

Respon mal adaptif terdiri dari :
a.    Harga diri rendah
Transisi antara adaptif dan mal adaptif, sehingga individu cenderung berfikir ke arah negatif.
b.    Kerancuan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikologis, kepribadian pada masa dewasa secara harmonis.
c.    Depresionalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan dirinya dari orang lain sehingga mereka tidak dapat mengenal dirinya.

Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri. Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998). Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsungGangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
karena banyaknya materi tentang asuhan keperawatan HDR ini saya cantum link download lengkap dari kata pengantar, materi, dan rencana keperawatan. click gambar terima kasih

Kamis, 16 Juni 2011

INFEKSI MASA NIFAS

A. Pengertian

Infeksi masa adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alt genital pada waktu persalinan dan nifas. Demam nifas atau morbiditas puerperalis meliputi demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 380 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, dengan mengecualikan hari pertama.


B. Penyebab

Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Gorback mendapatkan dari 70 % biakan serviks normal dapat pula ditemukan bakteri anaerob dan aerob patogen. Kuman anerob adalah kokus gram positif (Peptostreptokokus, Peptokokus, Bakteroides dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E. coli. Selain itu, infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh :

- Streptococus haemolyticus aerobicus, ini merupakan penyebab infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain)

- Staphylococus aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum. Banyak ditemukan di rumah sakit.

- Escherichia coli, Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi traktus urinarius.

- Clostridium welchii, infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang ditemukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

C. Cara terjadinya infeksi :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alt – alt yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman – kuman.

2. Droplet infection

Sarung tangan atau alat – alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan penolong.

3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman pathogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa aliran udara kemana-mana.
4. Coitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasa menjadi keruh dan bau.

D. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas ialah :

1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre-eklamsia, juga infeksi lain, seperti pneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.
2. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3. Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.

E. Golongan Infeksi Nifas

Dapat dibagi dalam 2 golongan : yaitu (1) infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium ; dan (2) penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.

1. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, seviks, dan endometrium

Vulvitis

Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangaluarkan pus.

Vaginitis

Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.

Servisitis

Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.

Endometritis

Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.

2. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah

Septikemia dan piemia

Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.

Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain

Peritonitis

Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika).

Parametritis (sellulitis pelvika)

Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika.

Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :

1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.

2. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum.

3. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.

Penyebaran melalui permukaan endometrium

Salpingitis, ooforitis

Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba Fallopii, malahan ke ovarium.

F. Gambaran Klinik

Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks

Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.

Endometritis

Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.

Septikemia dan piemia

Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.

Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica.

Sellulitis Pelvika

Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.

Salpingitis dan ooforitis

Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis.

G. Diagnosis

Kebanyakan demam setelah persalinan disebabkan oleh infeksi nifas. Paling sering ditemukan ialah radang saluran pernafasan (bronchitis, pneumonia, dan sebagainya), pielonefritis, dan mastitis.

Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrĂ©e tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.

H. Prognosis

Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.

I. Pencegahan

Selama kehamilan

Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.

Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.

Selama nifas

Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.

J. Pengobatan

Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.

Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

PAYUDARA BERUBAH MENJADI MERAH, PANAS, DAN TERASA SAKIT

A. Pembendungan ASI (Zogstuwing, engorgement of the breast)

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalan 2 – 3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya Pituitary Lactogenic Hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktinoleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus – alveolus kelenjar mamae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel – sel mioepitelialyang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar – kelenjar tersebut. Reflek ini timbul jika bayi menyusu.

Penyebab :

- Bayi tidak menyusu dengan baik sehingga kelenjar – kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna

- Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui

Komplikasi :

- Payudara terasa panas, keras pada perabaan

- Nyeri pada payudara

- Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui

- Pengeluaran air susu terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe

Penanganan :

- Menyokong mamae dengan BH yang nyaman

- Memberikan analgetika

- Sebelyum bayi menyusu pengeluaran air susu dengan pijatan yang ringan

- Kompres dingin

B. Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Kejadian ini biasanya terjadi 1 – 3 minggu setelah postpartum.

Klasifikasi :

1. mastitis dibawah areola mamae

2. Mastitis di tengah – tengah mamae

3. mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar antara mamae dan otot – otot dibawahnya

Penyebab :

- Staphylococus aureus

- Sumbatan saluran susu yang berlanjut

Komplikasi :

- Mamae membesar, nyeri, merah, dan menmbengkak

- Temperatur badan ibu tinggi kadang disertai menggigil

- Bila mastitis nerlanjut dapat menyebabkan abses payudara

Pencegahan :

- Perawatan putting susu pada waktu laktasi

- Perawat yang memberikan pertolongan pada ibunyang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi dengan stafilokokus

- Bila ada retak atau luka pada putting sebaiknya bayinya jangan menyusu pada mamae yang bersangkutan

- Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan

Pengobatan :

- berikan antibiotika

- Bila terdapat abses, pus perlu dikeluarkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono. Jakarta

2. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatus. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

3. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

HIPERTENSI

Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.

Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
terapi obat.

Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).

Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis).

Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
Kriteria hasil
1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).

IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN HARGA DIRI

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat beriring salam kita ucapkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW. Makalah KDK II yang penulis angkat ini berjudul “Asuhan Keperawata pada Klien Dengan Gangguan Harga Diri”.

Banyak terlihat di sekitar kita oramg-orang yang mengalami gangguan terhadap harga dirinya, misalnya seseorang kehilangan percaya diri sehingga ia gagal dalam mencapai keinginannya . Oleh karna itu penulis ingin memaparkan tentang apa saja akibat yang bias terjadi karena harga diri rendah. Walaupun secara keseluruhan penulis menyadari dalam makalah ini masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah memberikan tugas ini guna menambah pengetahuan kami.

Agar makalah ini lebih kompleks, penulis sangat berharap agar pembaca dapat memberikan masukan yang membangun. Semoga makalah ini dapat bermamfaat dan dapat menambah wawasan keilmuan pembaca.



Pekanbaru, 30 Juni 2009


Penulis



ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN
GANGGUAN HARGA DIRI












Disusun oleh : Kelompok III
Ayu Astuti
Cici Permata Sari
Dwi Supriyanto
Nely Oktafiani
Nia Adlina
Siti Maryam
Wiretno Aprenaldi


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
PAYUNG NEGERI PEKANBARU
2009










DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .…………………………………………………………………………… i
DAFTAR ISI ..……………………………………………………………………………………. ii
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang …………………………………………………………………………… 1
B. Tujuan ……………………………………………………………………………………. 1
BAB II. TINJAUAN TEORITIS …………………………………………………………………. 2
A. Pengertian Harga Diri ……………………………………………………………………. 2
B. Stressor Harga Diri ………………………………………………………………………. 3
C. Gangguan Harga Diri …………………………………………………………………….. 4
D. Harga Diri Rendah ……………………………………………………………………….. 5
E. Tanda dan Gejalanya …………………………………………………………………….. 5
F. Penyebab Harga Diri Rendah ……………………………………………………………. 6
G. Akibat Harga Diri Rendah ……………………………………………………………….. 7
H. Masalah dan Data Yang Perlu Dikaji ……………………………………………………. 8
I. Diagnosa Keperawatan …………………………………………………………………... 9
BAB III. KASUS …………………………………………………………………………………. 12
A. Identitas ………………………………………………………………………………….. 12
B. Riwayat Singkat …………………………………………………………………………. 12
C. Hasil Pemeriksaan ( obyektif ) …………………………………………………………... 12
D. Masalah Keperawatan …………………………………………………………………… 12
E. Diagnosis Keperawatan ………………………………………………………………….. 12
F. Nursing Care Plan ……………………………………………………………………….. 13
BAB IV. PENUTUP ……………………………………………………………………………… 21
A. Kesimpulan ……………………………………………………………………………… 21
B. Saran ……………………………………………………………………………………… 21
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………………………….. 22




BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam hidup dan kehidupan kita sering dinasehati tentang kepemilikan harga diri. tiap manusia yang ada didunia ini pasti memiliki harga diri dan tentunya masing-masing orang selalu menginginkan harga diri yang tinggi.
Dalam proses pertumbuhan dan proses kehidupan kita, ternyata tidak mudah dalam membentuk sikap diri yang positif. Karena kita mungkin mempunyai pandangan yang tidak menyenangkan terhadap diri kita sendiri karena pengaruh komentar teman-teman, ortu, saudara atau orang lain. Bisa juga karena kita merasa gagal, tidak dapat berbuat apa-apa, merasa tidak dapat bertanggung jawab terhadap sesuatu yang ditugaskan, atau tidak bisa berkata jujur dan sebagainya.
Seorang perawat adalah sebagai tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Dalam menghadapi pasien, seorang perawat harus memahami perbedaan-perbedaan harga diri yang ingin dipertahankan oleh setiap pasien.
Perawat harus bertindak sopan , murah senyum, dan menjaga perasaan pasien. Ini harus dilakukan karena perawat adalah membantu dalam proses penyembuhan pasien bukan memperburuk keadaan. Dengan adanya saling percaya antara perawat dengan pasien maka diharapkan seorang perawat bisa menjalin hubungan yang lebih akrab dengan pasien.
Dengan hubungan baik ini, maka akan terjalin sikap saling menghormati dan menghargai diantara keduanya. Dengan demikian akan mempermudah perawat dalam melakukan asuhan keperawatan.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menambah wawasan pembaca baik di kalangan tenaga kesahatan maupun public.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk memenuhi nilai tugas mata pelajaran KDK II
b. Untuk memberikan pengetahuan baik kepada penulis maupun pembaca
c. Untuk memahami gangguan yang terjadi akibat dari harga diri rendah



BAB II. TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian Harga Diri

Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri (stuartand sundeen, 1991 ).

Frekuensi pencapaian tujuan akan menghasilkan harga diri yang rendah atau harga diri yang tinggi. Jika individu sering gagal, maka cenderung harga diri rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain. Aspek utama adalah dicintai dan menerima penghargaan dari orang lain ( Keliat, 1992 ).

Biasanya harga diri sangat rentan terganggu pada saat remaja dan usia lanjut, Dari hasil riset ditemukan bahwa masalah kesehatan fisik mengakibatkan harga diri rendah. Haraga diri tinggi terkait dengan ansietas yang rendah, efektif dalam kelompok dan diterima oleh orang lain. Sedangkan harga diri rendah terkait degan hubungan interpersonal yang buruk dan resiko terjadi depresi dan skizofrenia.

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaannegatif terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah dapat terjadi secara situasional ( trauma ) atau kronis ( negative self evaluasi yang telah berlangsung lama ). Dan dapat diekspresikan secara langsung atau tidak langsung ( nyata atau tidak nyata ). Menurut beberapa ahli dikemukakan factor-faktor yang mempengaruhi gangguan harga diri, seperti :

1. Perkembangan Individu.

Factor predisposisi dapat dimulai sjak masih bayi, seperti penolakan orang tua menyebabkan anak tidak merasa dicintai dan mengakibatkan anak gagal mencintai dirinya dan akan gagal untuk mencintai orang lain. Pada saat anak berkembang lebih besar, anak mengalami kurangnya pengakuan dan pujian dari orang tua dan orang yang dekat atau penting baginya. Ia merasa tidak adekuat karena selalu tidak dipercaya untuk mandiri, memutuskan sendiri akan bertanggung jawab terhadap perilakunya. Sikap orang tua yang terlalu mengatur dan mengontrol, membuat anak merasa tidak berguna.



2. Ideal diri tidak realistis.

Idnividu yang selalu dituntut untuk berhasil akan merasa tidak punya hak untuk gagaldan berbuat kesalahan. Ia membuat standart yang tidak dapat dicapai, seperti cita-cita yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Yang pada kenyataan tidak dapat dicapai membuat individu menghukum diri sendiri dan akhirnya percaya diri akan hilang.

3. Ganguan Fisik Dan Mental.

Gangguan ini dapat membuat individu dan keluarga merasa rendah diri.

4. Sistem Keluarga yang Tidak Berfungsi.

Orang tua yang mempunyai harga diri yang rendah tidak mampu membangun harga diri anak denga baik. Orang tua member umpan baik yang negatif dan berulang-ulang akan merusak harga diri anak. Harga diri anak akan terganggu jika kemampuan menyelesaikan masalah tidak adekuat. Akhirnya anak memandang negatif terhadap pengalaman dan kemampuan dilingkungannya.

5. Pengalaman traumatic yang berulang, misalnya akibat aniaya fisik, emosi, seksual.

Penganiayaan yang dialami dapat berupa penganiayaan fisik, emosi, peperangan, bencana alam, kecelakaan atau perampokan. Individu merasa tidak mampu mengontrol lingkungan. Respon atau strategi untuk menghadapi trauma umumnya megingkari trauma, mengubah arti trauma, respon yang biasa efektif terganggu. Akibatnya koping yang biasanya berkembang adalah depresi yang denial pada trauma.

B. Stressor Harga Diri

• Kehilangan pekerjaan – diperlakukan kasar
• Kegagalan berulang – konflik dengan orang lain
• Dikucilkan – kelemahan seksual
• Ideal diri yang tidak realistis
• Ketergantungan pada orang lain
• Bercerai
• Diabaikan
• Diperkosa

C. Gangguan Harga Diri

Gangguan harga diri dapat digambarkan sebagai perasaan yang negatif terahadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mecapai keinginan. Gangguan harga diri yang disebut sebagai harga diri rendah dan dapat terjadi secara :

1. Situasional, yaitu terjadi trauma yang tiba-tiba, misalnya harus operasi, kecelakaan, dicerai suami, putus sekolah, putus hubungan kerja, perasaan malu karena sesuatu terjadi ( korban perkosaan, dituduh KKN, dipenjara tiba-tiba ).

a. Privacy yang kurang diperhatikan, misalnya pemeriksaan fisik yang sembarangan pemasangan yang tidak sopan ( pengukuran pubis, pemasangan kateler pemeriksaan perincal ).
b. Harapan akan struktur, bentuk dan fungsi tubuh yang tidak tercapai karena dirawat / sakit / penyakit.
c. Perlakuan petugas kesehatan yang tidak menghargai, misalnya berbagai pemeriksaan dilakukan tanpa penjelasan, berbagi tindakan tanpa persetujuan.

2. Kronik yaitu perasaan negatif terhadap diri telah berlangsung lama, yaitu sakit/dirawat klien ini mempunyai cara berpikir yang negatif. Kejadian sakit atau dirawat akan menambah persepsi negatif terhadap dirinya.

Tanda dan gejala yang dapat dikaji :

1. Perasaan malu terhadap diri sendiri akibat penyakit dan akibat tindakan terhadap penyakit. Misalnya malu dan sedih karena rambut menjadi botak setelah mendapat terapi sinar pada kanker.
2. Rasa bersalah terhadap diri sendiri. Misalnya ini tidak akan terjadi jika saya segera kerumah sakit, menyalah gunakan / mengejek dan mengkritik diri sendiri.
3. Merendahkan martabat. Misalnya saya tidak bisa, saya tidak mampu, saya orang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
4. Gangguan hubungan sosial, seperti menarik diri. Klien tidak ingin bertemu dengan orang lain, lebih suka sendiri.
5. Percaya diri kurang. Klien suka mengambil keputusan, misalnya tentang memilih alternatif tindakan.
6. Mencederai diri. Akibat harga diri yang rendah disertai harapan yang suram mungkin klien ingin mengakhiri kehidupan.

D. Harga Diri Rendah

Harga diri rendah merupakan evaluasi diri dari perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif baik langsung maupun tidak langsung. Pendapat senada dikemukakan oleh Carpenito, L.J (1998:352) bahwa harga diri rendah merupakan keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan diri. Dari pendapat-pendapat diatas dapat dibuat kesimpulan, harga diri rendah adalah suatu perasaan negatif terhadap diri sendiri, hilangnya kepercayaan diri,dan gagal mencapai tujuan yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung, penurunan harga diri ini dapat bersifat situasional maupun kronis atau menahun.

E. Tanda dan Gejalanya

Menurut Carpineto, L.J ( 1998:352 ); Keliat, B.A ( 1994:20 ); perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah antara lain:

Data subjektif:
a. Mengkritik diri sendiri atau orang lain
b. Perasaan dirinya sangat penting yang berlebih-lebihan
c. Perasaan tidak mampu
d. Rasa bersalah
e. Sikap negative pada diri sendiri
f. Sikap pesimis pada kehidupan
g. Keluhan sakit fisik
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi
i. Menolak kemampuan diri sendiri
j. Pengurangn diri/mengejek diri sendiri
k. Perasaan cemas dan takut
l. Merasionalisasi penolakan/menjauh dari umpan balik positif
m. Mengungkapkan kegagalan pribadi
n. Ketidak mampuan menentukan tujuan

Data objektif:
a. Produktivitas menurun
b. Perilaku destruktif pada diri sendiri
c. Perilaku destruktif pada orang lain
d. Penyalahgunaan zat
e. Menarik diridari hubungan social
f. Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
g. Menunjukkan tanda depresi ( sukar tidur dan sukar makan )
h. Tampak mudah tersinggung/mudah marah

F. Penyebab Harga Diri Rendah

Harga diri rendah sering disebabkan karena adanya koping indivindu yang tidak efektif akibat adanya kurang umpan balik positif, kurangnya system pendukung, kemunduran perkembangan ego, pengulangan umpan balik negative, disfungsi system keluarga serta terfiksasi pada tahap perkembangan awal ( Townsend, M.C,1998:366 ).

Menurut Carpenito, L.J (1998:82 ) koping indivindu tidak efektif adalah keadaan dimana seorang indivindu mengalami atau berisiko mengalami suatu ketidakmampuan dalam menangani stressor internal atau lingkungan dengan adekuat karena ketidakadekuatan sumber-sumber ( fisik, psikologis, perilaku atau kognitif ).

Sedangkan menurut Townsend, M.C ( 1998: 312 ) koping indivindu tidak efektif merupakan kelainan perilaku adaptif dan kemampuan memecahkan masalah seseorang dalam memenuhi tuntunan kehidupan dan peran.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat dibuat kesimpulan, individu yang mempunyai koping individu tidak efektif akan menunjukkan ketidak mampuan dalam menyesuaikan diri atau tidak dapat memecahkan masalah terhadap tuntutan hidup serta peran yang dihadapi. Adanya koping individu tidak efektif sering ditunjukkan dengan prilaku ( Carpenito,L.J, 1998:83; Townsend, M.C, 1998:313 ) sebagai berikut:

Data subjektif :
a. Mengungkapkan ketidak mampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan
b. Mengungkapkan perasaan khawatir dan cemas yang berkepanjangan
c. Mengungkapkan ketidak mampuan menjalankan peran

Data Objektif :
a. Perubahan partisipasi dalam masyarakat
b. Peningkatan ketergantungan
c. Memanipulasi orang lain disekitarnya untuk tujuan-tujuan memenuhi keinginan sendiri
d. Menolak mengikuti aturan-aturan yang berlaku
e. Perilaku destruktif yang diarahkan pada diri sendiri dan orang lain
f. Memanipulasi varbel/perubahan dalam pola komunikasi
g. Ketidak mampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar
h. Penyalah gunaan obat terlarang

G. Akibat Harga Diri Rendah

Harga dapat beresiko terjadinya isolasi sosial : menarik diri, isolasi sosial menarik diri adalah gangguan kepribadian yang tidak fleksibel pada tingkah laku yang maladaptif, mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( DepKes RI, 1998:336 ). Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan dengan prilaku antara lain :


Data subjektif
a. Mengungkapkan enggan untuk memulai hubungan/pembicaraan
b. Mengungkapkan perasan malu untuk berhubungan dengan orang lain
c. Mengungkapkan kekwatiran terhadap penolakan oleh orang lain

Data Objektif
a. Kurang spontan ketika diajak bicara
b. Apatis
c. Ekspresi wajah kosong
d. Menurun/tidak adanya komunikasi verbal
e. Bicara dengan suara pelan dan tidak ada kontak mata saat berbicara

H. Masalah dan Data yang Perlu Dikaji
Isolasi sosial : menarik diri
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
Berduka disfungsional
No Masalah Keperawatan Data Subyektif Data Obyektif
1 Isolasi sosial : menarik diri • Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
• Mengungkapkan enggan berbicara dengan orang lain
• Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
• Ekspresi wajah kosong
• Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
• Suara pelan dan tidak jelas
2 Gangguan konsep diri : harga diri rendah • Mengungkapkan ingin diakui jati dirinya
• Mengungkapkan tidak ada lagi yang peduli
• Mengungkapkan tidak bisa apa-apa
• Mengungkapkan dirinya tidak berguna
• Mengkritik diri sendiri
• Merusak diri sendiri
• Merusak orang lain
• Menarik diri dari hubungan sosial
• Tampak mudah tersinggung
• Tidak mau makan dan tidak tidur
• Perasaan malu
• Tidak nyaman jika jadi pusat perhatian
3 Berduka disfungsional • Mengungkapkan tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
• Mengungkapkan sedih karena tidak naik kelas
• Klien malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain karena diceraikan suaminya • Ekspresi wajah sedih
• Tidak ada kontak mata ketika diajak bicara
• Suara pelan dan tidak jelas
• Tampak menangis


I. Diagnosa Keperawatan

1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah berhubungan dengan berduka disfungsional.




1. Rencana Tindakan Keperawatan

Diagnosa 1: Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
1. Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan)
2. Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
4. Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri

2. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
Tindakan :
1. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien, utamakan memberi pujian yang realistis
3. Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang dimiliki

3. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan.
Tindakan :
1. Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
2. Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah pulang ke rumah



4. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
1. Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan setiap hari sesuai kemampuan
2. Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
3. Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien lakukan

5. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan
Tindakan :
1. Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
2. Beri pujian atas keberhasilan klien
3. Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

6. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada
Tindakan :
1. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
2. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
3. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
4. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga















BAB III. KASUS

A. Identitas
Nama : Nn. I
Umur : 25 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : TKW
Alamat : Sukajadi
No. RM : 21044
Tanggal Pengkajian : 7 Juni 2009
RS / bangsal :

B. Riwayat singkat

Klien dibawa ke RSJ Tampan dengan diantar oleh keluarga dengan alasan berdiam diri, menangis sendiri, sering memecahkan peralatan rumah tangga, tidak mau makan dan mengeluh sering mendengarkan suara-suara yang menakutkan. Sebelumnya klien memang mengalami syok yang hebat, ia sebelumnya pernah bekerja menjadi TKI di Malaysia. Pada saat ia pulang ke Indonesia kondisinya memang sangat memprihatinkan, ia di perkosa oleh majikannya sendiri dan dilakukan berulang-ulang oleh sang majikan. Pada saat dilakukan pengkajian terhadap klien, klien tampak mengalami syok dan sering berdiam diri.
C. Hasil Pemeriksaan (obyetif)

TD : 100/60 mmHg
Nadi : 92 x/menit
BB : 40 kg
Pada pasien didapatkan afek datar, blocking.

D. Masalah Keperawatan
Merasa harga diri rendah dan tidak berharga.
E. Diagnosis Keperawatan
1. Gangguan Konsep Diri : Harga Diri Rendah
2. Isolasi Sosial : Menarik Diri

I.Nursing Care Plan
Diagnosa keperawatan I : Resiko tinggi perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi pendengaran
Tujuan umum : Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya
• Salam terapeutik
• Perkenalkan diri
• Jelaskan tujuan interaksi
• Buat kontrak yang jelas
• Menerima klien apa adanya
• Kontak mata positif
• Ciptakan lingkungan yang terapeutik
2. Dorong klien dan beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
3. Dengarkan ungkapan klien dengan rasa empati.
Rasional:
1. Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi yang terapeutik antara perawat dan klien
2. Ungkapan perasaan oleh klien sebagai bukti bahwa klien mempercayai perawat
3. Empati perawat akan meningkatkan hubungan terapeutik perawat-klien
Evaluasi:
Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan kondisinya secara verbal

TUK 2 : Klien dapat mengenali halusinasinya
Intervensi :
1. Adakan kontak secara sering dan singkat
2. Observasi tingkah laku verbal dan non verbal klien yang terkait dengan halusinasi (sikap seperti mendengarkan sesuatu, bicara atau tertawa sendiri, terdiam di tengah – tengah pembicaraan).
3. Terima halusinasi sebagai hal yang nyata bagi klien dan tidak nyata bagi perawat.
4. Identifikasi bersama klien tentang waktu munculnya halusinasi, isi halusinasi dan frekuensi timbulnya halusinasi.
5. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya ketika halusinasi muncul.
6. Diskusikan dengan klien mengenai perasaannya saat terjadi halusinasi.
Rasional :
1. Mengurangi waktu kosong bagi klien untuk menyendiri.
2. Mengumpulkan data intervensi terkait dengan halusinasi.
3. Memperkenalkan hal yang merupakan realita pada klien.
4. Melibatkan klien dalam memperkenalkan halusinasinya.
5. Mengetahui koping klien sebagai data intervensi keperawatan selanjutnya.
6. Membantu klien mengenali tingkah lakunya saat halusinasi.
Evaluasi :
1. Klien dapat membedakan hal yang nyata dan yang tidak setelah 3-4 kali pertemuan dengan menceritakan hal – hal yang nyata.
2. Klien dapat menyebutkan situasi, isi dan waktu timbulnya halusinasi setelah 3 kali pertemuan.
3. Klien dapat mengungkapkan respon perilakunya saat halusinasi terjadi setelah 2 kali pertemuan.

TUK 3 : Klien dapat mengendalikan halusinasinya
Intervensi :
1. Identifikasi tindakan klien yang positif.
2. Beri pujian atas tindakan klien yang positif.
3. Bersama klien rencanakan kegiatan untuk mencegah terjadinya halusinasi.
4. Diskusikan ajarkan cara mengatasi halusinasi.
5. Dorong klien untuk memilih cara yang disukai untuk mengontrol halusinasi.
6. Beri pujian atas pilihan klien yang tepat.
7. Dorong klien untuk melakukan tindakan yang telah dipilih.
8. Diskusikan dengan klien hasil atau upaya yang telah dilakukan.
9. Beri penguatan atas upaya yang telah berhasil dilakukan dan beri solusi jika ada keluhan klien tentang cara yang dipilih.
Rasional :
1. Mengetahui cara – cara klien mengatasi halusinasi baik yang positif maupun yang negatif.
2. Menghargai respon atau upaya klien.
3. Melibatkan klien dalam menentukan rencana intervensi.
4. Memberikan informasi dan alternatif cara mengatasi halusinasi pada klien.
5. Memberi kesempatan pada klien untuk memilihkan cara sesuai kehendak dan kemampuannya.
6. Meningkatkan rasa percaya diri klien.
7. Motivasi respon klien atas upaya yang telah dilakukan.
8. Melibatkan klien dalam menghadapi masalah halusinasi lanjutan
Evaluasi :
1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan dan saat halusinasi terjadi setelah dua kali pertemuan.
2. Klien dapat menyebutkan 2 dari 3 cara mengatasi halusinasi.

HIV/AIDS

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2000 terjadi peningkatan penyebaran epidemic HIV secara nyata melalui perkerja seks komersial, tetapi ada fenomena baru penyebaran HIV/AIDS melalui pengguna narkoba suntuk. Tahun 2002 HIV sudah menyebar ke rumah tangga. Sejauh ini lebih dari 6,5 juta perempuan di Indonesia jadi populasi rawan tertular HIV. Lebih dari 30% diantaranya melahirkan bayi yang tertular HIV. Pada tahun 2015, diperkirakan akan terjadi penularan pada 38.500 anak yang dilahirkan dan itu terinfeksi HI

Sampai tahun 2006 diperkirakan 4.360 anak terkena HIV dan separuh diantaranya meninggal dunia. Saat ini diperkirakan 2320 anak terkena HIV.
Kebanyakan wanita mengurus keluarga dan anak-anaknya selain mengurus diri sendiri, sehingga gangguan kesehatan pada wanita akan mempengaruhi seluruh keluarganya. Wanita dengan HIV/AIDS harus mendapatkan dukungan dan perawatan mencakup penyuluhan yang memaai tentang penyakitnya, perawatan, pengobatan, serta pencegahan penularan pada anak dan keluarganya.
Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman, pemakaian narkoba injeksi dengan jumlah bergantian bersama pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah, penggunaan alat kesehatan yang tidak steril serta alat untuk menoreh kulit. Penyebab terjadinya infeksi HIV pada wanita secara berurutan dari yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, wanita heteroseksual 34%, transfuse darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 70%.
Penularan HIV ke bayi dan anak bis dari ibu ke anak, penularan melalui darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun) sehingga terdapat resiko penularan infeksi yang bias terjadi pada saat kehamilan. Prevalensi penularan dari ibu ke bayi dalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinan mencapai 50%.
Tingkat transmisi AIDS dapat dikurangi dari 25% - 30% menjadi kurang dari 2% (berkurang > 90%) kalau pakai obat antiretoviris (ARV) pada Trismester terakhir kehamilan, selama persalinan, dan kelahiran dan bayi diobati pascapersalinan selama 6 minggu dan tidak disusui. Aturan/resiman yang sangat efektif ini belum ada di Negara-negara sedang berkembang.

B. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui defenisi HIV/AIDS
2. Untuk mengetahui penyebab HIV/AIDS
3. Untuk mengetahui penularan HIV/AIDS
4. Untuk mengetahui pencegahan HIV/AIDS
5. Untuk mengetahui penanganan HIV/AIDS

C. Manfaat Penelitian
Diharapkan agar para pembaca mengerti dan memahami tentang pengertian, penyebab, penularan, pencegahan dan penanganan HIV/AIDS.

D. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pencegahan dan penanganan HIV/AIDS

E. Metode Penulisan
Makalah ini disusun dengan menggunakan metode pustaka






BAB II
PEMBAHASAN

A. Defenisi
HIV (Human Immunodeficliency Virus) / virus penurunan kekebalan tubuh pada manusia adalah kuman yang sangat kecil yang disebut virus, yang tidak bisa terlihat oleh manusia.
AIDS (Aquired Immuno Deficiensy Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang terjadi karena seseorang terinveksi virus Human Immunodeficliency Virus (HIV). Orang yang terinfeksi virus ini tidak dapat mengatasi serbuan penyakit infeksi lain karena system tubuhnya menurun terus secara drastis.

B. Etiologi
AIDS disebabkan oleh virus yang disebut HIV. Bila seseorang terkena infeksi HIV, virus akan menyerang sistim kekebalan tubuh yaitu bagian tubuh kita yang bertugas untuk melawan infeksi.
Gallo (National Institute of Health, USA) menemukan virus HTL III (Human T. Lymphotropic Virus) yang juga adalah penyebab AIDS.
Pada tahun 1986 dari Afrika ditemukan virus lain yang dapat pula menyebabkan AIDS disebut HIV-2 dan berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.

C. Tanda dan Gejala
1. AIDS
AIDS merupakan manifestasi lanjutan HIV. Selama stadium individu bisa saja merasa sehat dan tidak curiga bahwa mereka penderita penyakit. Pada stadium lanjut, system imun individu tidak mampu lagi menghadapi infeksi Opportunistik dan mereka terus menerus menderita penyakit minor dan mayor Karen tubuhnya tidak mampu memberikan pelayanan.
Angka infeksi pada bayi sekitar 1 dalam 6 bayi. Pada awal terinfeksi, memang tidak memperlihatkan gejala-gejala khusus. Namun beberapa minggu kemudian orang tua yang terinfeksi HIV akan terserang penyakit ringan sehari-hari seperti flu dan diare. Penderita AIDS dari luar tampak sehat. Pada tahun ke 3-4 penderita tidak memperlihatkan gejala yang khas. Sesudah tahun ke 5-6 mulai timbul diare berulang, penurunan berat badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan terjadi pembengkakan didaerah kelenjar getah bening. Jika diuraikan tanpa penanganan medis, gejala PMS akan berakibat fatal.
2. HIV
Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan spectrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatif) pada stadium awal sampai dengan gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih lanjut. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi, bahkan dapat lebih lama lagi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya HIV menjadi AIDS belum diketahui jelas. Diperkirakan infeksi HIV yang berulang – ulang dan pemaparan terhadap infeksi-infeksi lain mempengaruhi perkembangan kearah AIDS. Menurunnya hitungan sel CDA di bawah 200/ml menunjukkan perkembangan yang semakin buruk. Keadaan yang buruk juga ditunjukkan oleh peningkatan B2 mikro globulin dan juga peningkatan I9A.
Perjalan klinik infeksi HIV telah ditemukan beberapa klasifikasi yaitu :
a. Infeksi Akut : CD4 : 750 – 1000
Gejala infeksi akut biasanya timbul sedudah masa inkubasi selama 1-3 bulan. Gejala yang timbul umumnya seperti influenza, demam, atralgia, anereksia, malaise, gejala kulit (bercak-bercak merah, urtikarta), gejala syaraf (sakit kepada, nyeri retrobulber, gangguan kognitif danapektif), gangguan gas trointestinal (nausea, diare). Pada fase ini penyakit tersebut sangat menular karena terjadi viremia. Gejala tersebut diatas merupakan reaksi tubuh terhadap masuknya unis yang berlangsung kira-kira 1-2 minggu.
b. Infeksi Kronis Asimtomatik : CD4 > 500/ml
Setelah infeksi akut berlalu maka selama bertahun-tahun kemudian, umumnya sekitar 5 tahun, keadaan penderita tampak baik saja, meskipun sebenarnya terjadi replikasi virus secara lambat di dalam tubuh. Beberapa penderita mengalami pembengkakan kelenjar lomfe menyeluruh, disebut limfa denopatio (LEP), meskipun ini bukanlah hal yang bersifat prognostic dan tidak terpengaruh bagi hidup penderita. Saat ini sudah mulai terjadi penurunan jumlah sel CD4 sebagai petunjuk menurunnya kekebalan tubuh penderita, tetapi masih pada tingkat 500/ml.
c. Infeksi Kronis Simtomatik
Fase ini dimulai rata-rata sesudah 5 tahun terkena infeksi HIV. Berbagai gejala penyakit ringan atau lebih berat timbul pada fase ini, tergantung pada tingkat imunitas pemderita.
1). Penurunan Imunitas sedang : CD4 200 – 500
Pada awal sub-fase ini timbul penyakit-penyakit yang lebih ringan misalnya reaktivasi dari herpes zoster atau herpes simpleks. Namun dapat sembuh total atau hanya dengan pengobatan biasa. Keganasan juga dapat timbul pada fase yang lebih lanjut dari sub-fase ini dan dapat berlanjut ke sub fase berikutnya, demikian juga yang disebut AIDS-Related (ARC).
2). Penurunan Imunitas berat : CD4 < 200
Pada sub fase ini terjadi infeksi oportunistik berat yang sering mengancam jiwa penderita. Keganasan juga timbul pada sub fase ini, meskipun sering pada fase yang lebih awal. Viremia terjadi untuk kedua kalinya dan telah dikatakan tubuh sudah dalam kehilangan kekebalannya.



Tanda dan Gejala AIDS
1. Dicurigai AIDS pada orang dewasa bila ada paling sedikit dua gejala mayor dan satu gejala minor dan tidak ada sebab-sebab imunosupresi yang lain seperti kanker,malnutrisi berat atau pemakaian kortikosteroid yang lama.
a. gejala Mayor
1). Penurunan berat badan lebih dari 10%
2). Diare kronik lebih dari satu bulan
3). Demam lebih dari satu bulan
b. Gejala Minor
1). Batuk lebih dari satu bulan
2). Dermatitis preuritik umum
3). Herpes zoster recurrens
4). Kandidias orofaring
5). Limfadenopati generalisata
6). Herpes simplek diseminata yang kronik progresif
2. Dicurigai AIDS pada anak. Bila terdapat palinh sedikit dua gejala mayor dan dua gejala minor, dan tidak terdapat sebab – sebab imunosupresi yang lain seperti kanker, malnutrisi berat, pemakaian kortikosteroid yang lama atau etiologi lain.
a. Gejala Mayor
1). Penurunan berat badan atau pertmbuhan yang lambat dan abnormal
2). Diare kronik lebih dari 1bulan
3). Demam lebih dari1bulan
b. Gejala minor
1). Limfadenopati generalisata
2). Kandidiasis oro-faring
3). Infeksi umum yang berulang
4). Batuk parsisten
5). Dermatitis


D. HIV/AIDS Pada Wanita
HIV/AIDS berbeda pada wanita karena :
1. Wanita lebih mudah terinfeksi HIV dari pada pria. Pria memasukkan semen ke dalam vagina, dimana cairan tersebut tidk akan menetap untuk waktu yang lama. Bila dalam semen tersebut mengandung virus HIV maka akan mudah masuk kedalam tubuh wanita melalui vagina dan servix, terutama bila terdapat sayatan atau ulkus pada bagian tersebut.
2. Wanita sering terkena infeksi pada usia muda daripada pria. Ini karena wanita muda dan gadis-gadis biasanya sering sulit untuk menolak hubungan seksual yang tidk dikehendaki ataupun yang tidak aman.
3. Wanita menerima transfuse darah lebih banyak daripada pria karena masalah kelahiran.
4. Perkembangan penyakit AIDS lebih cepat pada wanita setelah terinfeksi HIV. Gizi kurang dan usia subur menyebabkan wanita kurang mampu melawan penyakit.
5. Wanita sering secara tidak adil dipermasalahkan sebagai biang keladi penyebaran AIDS, tetapi sebetulnya pria juga mempunyai tanggung jawab yang sama besar dengan pria.
6. Wanita hamil yang terinfeksi HIV akan menularkannya kepada janin.
7. Wanita biasanya menjadi perawat anggota keluarga yang sakit dengan AIDS, meskipun mereka juga sedang sakit.

E. Penularan / Penyebaran HIV/AIDS
HIV hidup dicairan tubuh seperti darah, semen dan cairan dari orang yang terinfeksi HIV. Virus menjadi tersebar bila cairan-cairan tubuh tersebut masuk ke tubuh orang lain. HIV bias tersebar dengan cara :
1. Hubungan seksual yang tidak aman dengan orang yang terinfeksi virus.
2. Jarum dan alat suntik yang tidk steril, atau benda tajam lain yang menusuk atau menyayat kulit.
3. Transfusi darah, bila darah tersebut belum diperiksa apakah bebas dari HIV.
4. Ibu hamil yang terinveksi HIV menularkan ke bayi sewaktu hamil, melahirkan dan menyusui.
5. Darah terinfeksi yang masuk ke dalam sayatan atau luka terbuka orang lain.
HIV dapat ditularkan dari ibu ke bayinya dengan tiga cara yaitu di dalam uterus (lewat-plasenta) sewaktu persalinan atau melalui air susu ibu. Pada bayi yang menyusui kira-kira separuhnya transmisi terjadi sewaktu sekitar persalinan, sepertiganya melalui menyusui ibu dan sebagian kecil di dalam uterus. Bayi terinfeksi yang tidak disusui ibunya, kira-kira dua pertiga dari transmisi terjadi sewaktu atau dekat dengan persalinan dan sepertiganya di dalam uterus.
1. Kehamilan
Kehamilan bisa berbahaya bagi wanita dengan HIV atau AIDS selama persalinan dan melahirkan. Ibu sering akan mengalami masalah-masalah sebagai berikut :
a. Keguguran
b. Demam, infeksi dan kesehatan menurun.
c. Infeksi serius setelah melahirkan, yang sukar untuk di rawat dan mungkin mengancam jiwa ibu.
2. Melahirkan
Setelah melahirkan cucilah alat genitalia 2 kali sehari dengan sabun dan air bersih sehingga terlindungi dari infeksi.
3. Menyusui
Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan resiko lebih kecil untuk terkena HIV

F. Pencegahan HIV/AIDS
Pencegahan HIV/AIDS dapat dilakukan dengan cara :
1. Selalu dan saling setia dengan pasangan masing-masing
2. Biasakan melakukan hubungan seksual yang aman, yaitu hubungan yang mencegah masuknya kuman yang mungkin terdapat didalam cairan semen pria kedalam bagian-bagian tubuh wanita
3. Hindari pelubangan telinga, tattoo, tujuk jarum/membuat sayatan/lubang pada kulit tubuh dengan alat yang belum dicuci
4. Hindari transfuse darah kecuali untuk keadaan darurat
5. Jangan saling meminjam alat cukur ataupun sikat gigi
6. Jangan menyentuh darah orang lain/luka terbuka tanpa perlindungan (Maxwell, 2000)

G. Penanganan
1. Penanganan Umum
a. Setelah dilakukan diagnosa HIV, pengobatan dilakukan untuk memperlambat tingkat replikasi virus. Berbagai macam obat diresepkan untuk mencapai tujuan ini dan berbagai macam kombinasi obat-obatan terus diteliti. Untuk menemukan obat penyembuhannya.
b. Pengobatan-pengobatan ini tentu saja memiliki efek samping, namun demikian ternyata mereka benar-benar mampu memperlambat laju perkembangan HIV didalam tubuh.
c. Pengobatan infeksi-infeksi appertunistik tergantung pada zat-zat khusus yang dapat menginfeksi pasien, obat anti biotic dengan dosis tinggi dan obat-obatan anti virus seringkali diberikan secara rutin untuk mencegah infeksi agar tidak menjalar dan menjadi semakin parah

2. Penanganan Khusus
a. Penapisan dilakukan sejak asuhan antenatal dan pengujian dilakukan atas permintaan pasien dimana setelah proses konseling risiko PMS dan hubungannya dengan HIV, yang bersangkutan memandang perlu pemeriksaan tersebut.
b. Upayakan ketersediaan uji serologic
c. Konseling spesifik bagi mereka yang tertular HIV, terutama yang berkiatan dengan kehamilan da risiko yang dihadapi
d. Bagi golongan risiko tinggi tetapi hasil pengujian negative lakukan konseling untuk upaya preventif (penggunaan kondom)
e. Berikan nutrisi dengan nilai gizi yang tinggi, atasi infeksi oportunistik
f. Lakukan terapi (AZT sesegera mungkin, terutama bila konsentrsi virus (30.000-50.000) kopi RNA/Ml atau jika CD4 menurun secara dratis
g. Tatalaksana persalinan sesuai dengan pertimbangan kondisi yang dihadapi (pervaginanm atau perabdominam, perhatikan prinsip pencegahan infeksi).

Rekomendasi pemberian ART
untuk mengurangi transmisi perinatal
Situasi
kehamilan
Rekomendasi

1. Odha hamil yang belum pernah menggunakan antiretrovirus sebelumnya


2. Odha hamil yang sedang mendapatkan ART dan hamil

3. Odha hamil datang pada saat persalinan dan belum mendapat ART

4. Jika bayi dari ibu odha datang setelah persalinan,sedangkan ibu belum mendapatkan ART selama kehamilan/intrapartum
1. Odha yang hamil menjalani pemeriksaan klinis,imunologis,dan virologi standart.pertimbangan inisiasi dan penelitian ART sama dengan odha yang tidak hamil dengan pertimbangan efek terhadap kehamilan.
Regimen AZT tiga bagian direkomendasikan setelah trimester pertama tanpa memendang kadar hiv ibu.regimen kombinasi direkomendasikan pada odha status klinis,imunologis,dan viroogisnya berat atau kadar HIV lebih dari 1000 kopi/mL.jika odha datang pada trimester pertama kehamilan,pemberian AZT dapat di tunda sampai usia kehamilan 10-12 minggu.
2. Jika kehamilan diketahui setelah trimester pertama,tetapi ART sebelumnya diteruskan,sebaiknya dengan menyertakan ZDV.jika kehamilan diketahui pada terimester pertama,odha diberikan konseling tentang keuntungan dan resiko ART pada trimester pertama.jika odha memilih menghentikan AZT selama trimester pertama,semua obat harus dihentikan untuk kemudian diberikan secara stimulant setelah trimester pertama untuk mencegah resisitensi obat.tanpa mempertimbangkan regimen sebelumnya,AZT dianjurkan untuk diberikan selama intrapartum dan
3. Ada beberapa regimen yang dianjurkan:
1. Nevirapindosis tunggal pada saat persalinan dan dosis tunggalpada bayi pada usia 48 jam
2. AZT dan 3TC oral pada persalinan,diikuti AZT/3TC pada ayi selama seminggu
3. AZT intravena intrapartum dikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
4. Dua dosis neviraprin dikombinasi dengan AZT intravena selama persalinan diikuti AZT pada bayi selama 6 minggu
Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan

4. AZT sirup diberikan pada bayi selama 6 minggu,dimulai secepatnya dalam 6-12 jam setelah kelahiran.beberapa dokter dapat memilih kombinasi AZT dengan ART lain,terutama jika ibunya diketahui resisten terhadap AZT.namun efikasi regimen ini belum diketahui dan dosis untuk anak belum sepenuhnya diketahui.
Segera setelah persalinan,odha menjalani pemeriksaan seperti CD4 dan kadar HIV untuk menentukan apakah ART akan dilanjutkan.bayi menjalani pemeriksaan diagnostik awal agar ART dapat diberikan sesegera mungkin jika ternyata HIV positif.


PENATALAKSANAAN PERSALINAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV
Untuk mengurangi resiko tranmisi HIV yang terutama terjadi pada saat intrapartum, beberapa peneliti mencoba membandingkan tranmisi antara odha yag menjalani seksio sesarea dengan partus pervaginam. Persalinan dengan sesio sesarea dipikirkan dapat mengurangi paparan bayi dengan cairan serkovaginal yang mengandung HIV. Bila odha hamil memilih persalinan seksio sesarea maka resiko semakin rendah yaitu dibawah 1%.

Rekomendasi cara persalinan untuk mengurangi tranmisi HIV dari ibu ke anak
Cara
Persalinan
Rekomendasi

1. Odha hamil yang datang pada kehamilan diatas 36 minggu, belum mendapatART, dan sedang menunggu hasil pemeriksaan kadar HIV dan CD4* yng diperkirakan ada sebelum persalinan.

2. Odha hamil yang datang pada kehamilan awal, sedang mendapat kombinasi ART dan kadar HIV tetap diatas 1000 kopi/mL pada minggu ke-36 kehamilan

3. Odha hamil yangmendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi pada minggu ke-36 kehamilan


4. Odha hamil yang sudah direncanakan seksio sesarea efektif, namun datang pada awal persalinan atau setelah ketuban pecah

1. Ada beberapa regimen yang harus didiskusikan dengan jelas. Odha harus mendapat terapi ART regimen PACTG 076. Odha dilakukan konseling tentang seksio sesarea untuk mengurangi resiko tranmisi dan resiko komplikasi pasca operasi, anestesi dan resiko operasi lain padanya.
Jika diputuskan seksio sesarea, seksio direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapat AZT intravena yang dimulai 3 jam sebelumnya, dan bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu. Keputusan akan meneruskan AZTsetelah melahirkan atau tidak tergantung pada hasil pemer
iksaan kadar virus CD4*
2. Regimen ART yang digunakan tetap diteruskan. Odha harus mendapat konseling bahwa kadar HIV nya mungkin tidak turun sampai kurang 1000 kopi/mL ssebelum persalinan, sehingga dianjurkan untuk melakukan seksio sesarea. Demikian juga dengan resiko komplikasi seksio yang mengikat, seperti infeksi pasca persalinan, anastesi dan operasi. Jia diputuskan seksio sesarea, seksioo direncanakan pada minggu ke-38 kehamilan. Selama seksio, odha mendapatAZT intravena yang dimulai minimal 3 jamsebelumnya. ARAT lain dapt diteruskan sebelum dan sesudah persalinan. Bayi mendapat AZT sirup selama 6 minggu.
3. Odha hamil yang sedang mendapat kombinasi ART, dan kadar HIV tidak terdeteksi mungkin kurang dari 2%, bahkan pada persalinan pervaginam. Pemilihan cara persalinan harus memeperimbangkan keuntungan resiko komplikasi seksio.
4. AZT intravena segera diberikan. Jika kemajuan persalinan cepat, odha ditawarkan untuk menjalani persalinan pervaginam. Jika dilatasi ervik minimal dan diduga persalinan akan berlangsung lama, dapat dipilih AZT intravena dan melakukan seksio sesarea atau pitosin untuk memepercepat persalianan. Jika odhadiputuskan untuk menjalani persalinan pervaginam, electrode kepala, monitor invasive dan alat bantu lain sebaiknya dihindari. Bayi sebaiknya mendapat AZT sirup selama 6 minggu.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
HIV adalah kuman yang sangat kecil, yang disebut virus yang tidak bisa terlihat oleh manusia. AIDS adalah penyakit yang berkembang kemudian, setelah seseorang terkena infeksi HIV, virus AIDS. Penularan HIV pada wanita terjadi melalui pemakaian obat terlarang injeksi 51%. Wanita hetero seksusal 34%, transfuse darah 8% dan tidak diketahui sebanyak 7%. Sedangkan penularan HIV pada bayi dan anak bisa melalui jalur vertical (ibu ke bayi), darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak), dan pemakaian alat kesehatan yang tidak steril. Gejala umum yang ditemukan pada bayi dengan infeksi. HIV adalah gangguan tumbuh kembang, kondisi diasis oral, diare kronis. Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara mulai saat hamil, saat melahirkan dan setelah lahir (Nurs, 2007)

B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca supaya lebih memahami apa itu penyebab, penanganan serta tanda-tanda dan gejala HIV/AIDS agar tidak lebih terkena infeksi.