Minggu, 08 Januari 2012

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS


I.              PENGERTIAN
·  Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997)
·  Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
·  Gagal nafas terjadi bilamana  pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

II.           PATOFISIOLOGI

               Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

III.        ETIOLOGI

1.       Depresi Sistem saraf pusat
      Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2.       Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3.       Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4.       Trauma
      Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks  dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5.       Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

IV.        TANDA DAN GEJALA

A.     Tanda
      Gagal nafas total
·  Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
·  Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi
·  Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan
Gagal nafas parsial
·  Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
·  Ada retraksi dada
B.     Gejala
·  Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2)
·  Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun)

V.           PEMERIKSAAN PENUNJANG

· Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan          :       PaO2 < 80 mmHg
Sedang          :       PaO2 < 60 mmHg
Berat             :       PaO2 < 40 mmHg
· Pemeriksaan rontgen dada
Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui
· Hemodinamik
Tipe I        : peningkatan PCWP
· EKG
Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan
Disritmia

VI.        PENGKAJIAN

                Pengkajian Primer
1.       Airway
· Peningkatan sekresi pernapasan
· Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi
2.       Breathing
· Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.
· Menggunakan otot aksesori pernapasan
· Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis
3.       Circulation
· Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
· Sakit kepala
· Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk
· Papiledema
· Penurunan haluaran urine

VII.     PENTALAKSANAAN MEDIS

·  Terapi oksigen
Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong
·  Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP
·  Inhalasi nebuliser
·  Fisioterapi dada
·  Pemantauan hemodinamik/jantung
·  Pengobatan
Brokodilator
Steroid
·  Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan
VIII.  DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.       Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan
· Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal
· Adanya penurunan dispneu
· Gas-gas darah dalam batas normal
Intervensi :
· Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan.
· Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn
· Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg
· Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan
· Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2
· Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam
· Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan
· Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk
· Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir
· Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
· Bunyi paru bersih
· Warna kulit normal
· Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan
Intervensi :
· Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
· Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap[ jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
· Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
· Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
· Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
· Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
· Pantau irama jantung
· Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
· Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
· Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3.       Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil :
Pasien  mampu menunjukkan:
· TTV normal
· Balance cairan dalam batas normal
· Tidak terjadi edema
                Intervensi :
· Timbang BB tiap hari
· Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
· Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
· Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB  , CVP 
· Monitor parameter hemodinamik
· Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit


4.       Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
·  Status hemodinamik dalam bata normal
·  TTV normal
Intervensi :
·  Kaji tingkat kesadaran
·  Kaji penurunan perfusi jaringan
·  Kaji status hemodinamik
·  Kaji irama EKG
·  Kaji sistem gastrointestinal

















DAFTAR PUSTAKA










LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA POLA NUTRISI

A.DEFINISI

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaaan dimana individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.( Wilkinso Judith M. 2007)
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah intake nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic.( Nanda. 2005-2006 )

B.FISIOLOGI

Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan zat nutrien (zat yang sudah dicerna), air, dan garam yang berasal dari zat makanan untuk didistribusikan ke sel-sel melalaui sistem sirkulasi. Zat makanan merupakan sumber energi bagi tubuh seperti ATP yang dibutuhkan sel-sel untuk melaksanakn tugasnya.
Agar makanan dapat dicerna secara optimal dalam saluran pencernaan , maka saluran pencernaan harus mempunyai persediaan air, elektrolit dan zat makanan yang terus menerus.Untuk ini dibutuhkan:

1.Pergerakan makan melaui saluran pencernaan.
2.Sekresi getah pencernaan.
3.Absorbpsi hasil pencernaan, air, dan elektrolit.
4.Sirkulasi darah melalui organ gastrointestinal yang membawa zat yang diabsorbpsi.
5.Pengaturan semua fungsi oleh sistem saraf dan hormon

Dalam lumen saluran gastroinrestinal (GI) harus diciptakan suatu lingkunugan khusus supaya pencernaan dan absorbsi dapat berlangsung.
Sekresi kelenjar dan kontraksi otot harus dikendalikan sedemikian rupa supaya tersedia lingkungan yang optimal. Mekanisme pengendalian lebih banyak dipengaruhi oleh volume dan komposisi kandungan dan lumen gastrointestinal.
Sistem pengendalian harus dapat mendeteksi keadaan lumen.sistem ini terdapat didalam dinding saluran gastrointestinal. Kebanyakan refleks GI dimulai oleh sejumlah rangsangan dilumen yaitu regangan dinding oleh isi lumen ,osmolaritas kimus atau konsenttrasi zat yang terlarut, keasaman kimus atau konsentrsi ion H, dan hasil pencernaan karbohidrat, lemak, protein (monosakarida, asam lemak dan peptide dari asam amino).

Proses pencernaan makanan antara lain :
1.Mengunyah
2.Menelan(deglusi)
a.Pengaturan saraf pada tahap menelan
b.Tahap menelan diesofagus
3.Makanan dilambung
4.Pengosongan dilambung
5.Factor reflexs duodenum
6.Pergerakan usus halus
a.Gerakan kolon
b.Gerakan mencampur
c.Gerakan mendorong
7.Defekasi


C.MANIFESTAI KLINIS

Manifestasi klinis atau tanda dan gejala nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh menurut buku saku diagnosa keperawatan NIC-NOC antara lain :
A.Subjektif
a.Kram abdomen
b.Nyeri abdomen dengan atau tanpa penyakit.
c.Merasakan ketidakmampuan untuk mengingesti makanan.
d.Melaporkan perubahan sensasi rasa.
e.Melaporkan kurangnya makanan.
f.Merasa kenyang segrav setelah mengingesti makanan.

B.Objektif
a.Tidak tertarik untuk makan.
b.Diare.
c.Adanya bukti kekurangan makanan.
d.Kehilangan rambut yang berlebiahan.
e.Busing usus hiperaktif.
f.Kurangnya minat pada makanan.
g.Luka,rongga mulut inflamasi.



D.FOKUS PENGKAJIAN

Pengkajian

1.Riwayat keperawatann dan diet.
a.Anggaran makan, makanan kesukaan, waktu makan.
b.Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus.
c.Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama periode waktunya?
d.Adakah sttus fisik pasien ang dapat meningkatakan diet seperti luka bakar dan demam?
e.Adakah toleransi makanan/minumam tertentu?

2.Factor yang mempengaruhi diet
a.Status keehatan
b.Kultur dan keperrcayaan
c.Status sosial ekonomi.
d.Factor psikolpgis.
e.Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.

3.Pemeriksaan fisik
a.Keadaan fisik:apatis,lesu
b.Berat badan :obesitas,kurus.otot : flaksia,tonus Kurang,tidak mampu bekerja.
c.Sistem saraf:bigung,rasa terbakar,reflek menurun.
d.Fungsi gastrointestinal: anoreksia,konstipasi,diare,pembesaran liver.
e.Kardiovaskuler:denyut nadi lebih dari 100 kali/menit,irama abnormal,tekanan darah
rendah/tinggi.
f.Rambut: kusam,kering,pudar,kemerahan,tipis,pecah/patah-patah.
g.Kulit: kering,pucat,iritasi,petekhie,lemak disubkutan tidak ada.
h.Bibir: kering,pecah-pecah,bengkak,lesi,stomatitis,membrane mukosa pucat.
i.Gusi: perdarahan,peradangan.
j.Lidah: edema,hiperemasis.
k.Gigi: karies,nyeri, kotor.
l.Mata: konjungtiva pucat,kering,exotalmus,tanda-tanda infeksi.
m.Kuku: mudah patah.


4.Pengukuran antopometri:

a.Berat badan ideal: (TB- 100)*10%
b.LINGKAR PERGELNGAN TANGAN
c.LINGKAR LENGAN ATAS (MAC) :
Nilai normal
Wanita :28,5c
Pria :28,3 cm
d.Lipatan kulit paad otot trisep (TSF)
Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm
Pria :12,5-16,5 cm


5.Laboratorium

a.Albumin (N:4-5,5 mg/100ml)
b.Transferin (N:170-25 MG/100 ML)
c.Hb (N: 12 MG%)
d.BUN (N:10-20 mg/100ml)
e.Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N :LAKI-LAK1: 0,6-1,3 MG/100 ML,WANITA: 0,5-1,0 MG/
100 ML)


E.DIAGNOSA KEPERAWTAN DAN INTERVENSI

INTERVENSI RASIONAL
1.Tingkatkan intake makanan melalui:
a.Mei pasien.ngurani gangguan lingkungan yang berisik dan lain0lain.
b.Berikan obat sebelum makan bila ada indikasi.
c.Jaga privasi pasien.
2.Jaga kebersihan mulut pasien
3.Bantu pasien makan jika tidak mampu.
4.Sajikan makanan yang mudah dicerna,dalam keadaan hangat, tertutup, dan berikan sedikit-sedikit
tapi seing.
5.Kaji tanda vital,sensori dan bising usus.
6.Monitor hasil lab,seperti glukosa,elektrolit,albumin,Hb, kolaborasi dengan dokter.
7.Berikan pendidikan kesehatan tentang cara diet, kebutuhan kalori dan tindakan keperawatan yang berhubungan dengan nutrisi jika pasien menggunakan NGT.
8.Pemberian caiaran/ makanan tidak lebih 150 cc sekali pemberian.
1.Cara khusus untuk meningkatkan nafsu makan.
2.Mulut yang bersih meningkatakan nafsu majkan.
3.Membantu pasien makan.
4.Meningkatkan selera makan dan intake makan.
5.Membantu mengkaji keadaan pasien.
6.Monitor status nutrisi.
7.Meningkatkan pengetahuan agar pasien le bih koopeartifonitor.
8.Menghindari aspirasi


DAFTAR PUSTAKA
Nanda 2005-2006. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Wilkinson, Judith M. 2007. Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.
Syaifudin.2006.Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan.Jakarta: EGC

Minggu, 01 Januari 2012

Askeb Luka Bakar

A. Pengertian
Luka bakar adalah kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi ( Moenajat, 2001).
B. Etiologi
Disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas ke tubuh melelui konduksi atau radiasi elektromagnitik.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya luka bakar dibagi menjadi 3 fase, yaitu :
1. Fase akut
Pada fase ini problema yang ada berkisar pada gangguan saluran napas karena adanya cedera inhalasi dan gangguan sirkulasi. Pada fase ini terjadi gangguan keseimbangan sirkulasi cairan dan elektrolit akibat cedera termis bersifat sistemik.
2. Fase sub akut
Fase ini berlangsung setelah shock berakhir. Luka terbuka akibat kerusakan jaringan (kulit dan jaringan dibawahnya) menimbulkan masalah inflamasi, sepsis dan penguapan cairan tubuh disertai panas/energi.
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah terjadi penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah pada fase ini adalah timbulnya penyulit dari luka bakar berupa parut hipertrofik, kontraktur, dan deformitas lainnya.
C. Patofisologi
Luka bakar mengakibatkan peningkatan permebilitas pembuluh darah sehingga air, klorida dan protein tubuh akan keluar dari dalam sel dan menyebabkan edema yang dapat berlanjut pada keadaan hipovolemia dan hemokonsentrasi. Burn shock ( shock Hipovolemik ) merupakan komplikasi yang sering terjadi, manisfestasi sistemik tubuh trhadap kondisi ini adalah :
1. Respon kardiovaskuiler
perpindahan cairan dari intravaskuler ke ekstravaskuler melelui kebocoran kapiler mengakibatkan kehilangan Na, air dan protein plasma serta edema jaringan yang diikuti dengan penurunan curah jantung Hemokonsentrasi sel darah merah, penurunan perfusi pada organ mayor edema menyeluruh.
2. Respon Renalis
Dengan menurunnya volume inravaskuler maka aliran ke ginjal dan GFR menurun mengakibatkan keluaran urin menurun dan bisa berakibat gagal ginjal
3. Respon Gastro Intestinal
Respon umum pada luka bakar > 20 % adalah penurunan aktivitas gastrointestinal. Hal ini disebabkan oleh kombinasi efek respon hipovolemik dan neurologik serta respon endokrin terhadap adanya perlukan luas. Pemasangan NGT mencegah terjadinya distensi abdomen, muntah dan aspirasi.
4. Respon Imonologi
Sebagian basis mekanik, kulit sebgai mekanisme pertahanan dari organisme yang masuk. Terjadinya gangguan integritas kulit akan memungkinkan mikroorganisme masuk kedalam luka.

D. Klasifikasi luka bakar

Untuk membantu mempermudah penilaian dalam memberikan terapi dan perawatan, luka bakar diklasifikasikan berdasarkan penyebab, kedalaman luka, dan keseriusan luka, yakni :
1. Berdasarkan penyebab
§ Luka bakar karena api
§ Luka bakar karena air panas
§ Luka bakar karena bahan kimia
§ Laka bakar karena listrik
§ Luka bakar karena radiasi
§ Luka bakar karena suhu rendah (frost bite).
2. Berdasarkan kedalaman luka bakar
a. Luka bakar derajat I
- Kerusakan terjadi pada lapisan epidermis
- Kulit kering, hiperemi berupa eritema
- Tidak dijumpai bulae
- Nyeri karena ujung-ujung saraf sensorik teriritasi
- Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 5-10 hari
b. Luka bakar derajat II
- Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi.
- Dijumpai bulae.
- Nyeri karena ujung-ujung saraf teriritasi.
- Dasar luka berwarna merah atau pucat, sering terletak lebih tinggi diatas kulit normal.
Luka bakar derajat II ini dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu :
h Derajat II dangkal (superficial)
§ Kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis.
§ Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea masih utuh.
§ Penyembuhan terjadi spontan dalam waktu 10-14 hari.
h Derajat II dalam (deep)
- Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis.
- Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea sebagian besar masih utuh.
- Penyembuhan terjadi lebih lama, tergantung epitel yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi lebih dari sebulan.
c. Luka bakar derajat III
§ Kerusakan meliputi seluruh lapisan dermis dan lapisan yang lebih dalam.
§ Organ-organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebasea mengalami kerusakan.
§ Tidak dijumpai bulae.
§ Kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan pucat. Karena kering letaknya lebih rendah dibanding kulit sekitar.
§ Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai eskar.
§ Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi, oleh karena ujung-ujung saraf sensorik mengalami kerusakan/kematian.
§ Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi proses epitelisasi spontan dari dasar luka.
3. Berdasarkan tingkat keseriusan luka
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu:
a. Luka bakar mayor
- Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
- Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
- Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan luasnya luka.
- Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
b. Luka bakar moderat
§ Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-anak.
§ Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
§ Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
c. Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992)
adalah :
- Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
- Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
- Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
- Luka tidak sirkumfer.
- Tidak terdapat trauma inhalasi, elektrik, fraktur.

Rabu, 20 Juli 2011

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN HARGA DIRI RENDAH


A.   DEFENISI
Konsep diri didefenisikan sebagai semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui tentang dirinya dan mempengaruhi hubuingan orang lain, atau cara individu memandang dirinya secara utuh baik fisik emosi, intelektual, social dan spiritual (Susilawati dkk, 2005).
Konsep diri termasuk persepsi individu akan sifat kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai – nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginan (Stuart dan Sundeen dalam keliat, 1992).
Konsep diri merupakan semua perasaan dana pemikiran seseorang mengenai dirinya sendiri, dimana hal ini meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. ( menurut www.google.com search for Asuhan Keperawatan Pada Harga Diri Rendah, diana Apriana, 2005).
Dari beberapa pengertian di atas, konsep diri dapat dikatakan juga merupakan semua pikiran, keyakinan, perasaan dan kepercayaan mengenai dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri yang dapat mempengaruhi hubungan dengan orang lain tetapi konsep diri ini belum ada saat lahir, di pelajari melalui kontak sosial dan pengalaman berhubungan dengan orang lain. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif, sedangkan konsep diri negatif dapat dilihat dari hubungan dan sosial yang mal adaftif.
Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan ( Townsend, 1998 ). Menurut Schult & Videbeck ( 1998 ), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsung.
B.   ETIOLOGI
Biasanya yang menyebabkan harga diri rendah adalah kurangnya umpan positif, perasaan di tolak oleh orang terdekat, sejumlah kegagalan dan ketidakberdayaan, ego yang belum berkembang dan menghakimi super ego. (keliat, 1998).

1.    Faktor predisposisi
Faktor predisposisi dari gangguan konsep diri : harga diri rendah (Budi Ana keliat, 1992)
a.    Pengalaman masa kanak-kanak dapat merupakan faktor konstribusi pada gangguan konsep diri.
b.    Anak yang tidak menerima kasih sayang
c.    Individu yang tidak mengerti akan dengan tujuan kehidupan akan gagal menerima tangguang jawab untuk diri sendiri
d.    Penolakan orang tua, harapan yang tidak realistis, tergangtung pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis.

Faktor predispoisisi dari gangguan konsep diri: harga diri rendah menurut Stuart dan Sundeen, dalam Keliat, (1998:2). Faktor yang mempengaruhi diri rendah meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang tidak realistik, kegagalan yang berulang kali, kurang mempunyai tanggung jwab personal, ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistik.
2.    Faktor presipitasi
a.    Pola asuh anak yang tidak tepat atau dituruti, dilarang, dituntut
b.    Kesalahan dan kegagalan berulang kali
c.    Cita-cita yang tidak dapat dicapai
d.    Gagal bertanggung jawab terhadap diri sendiri


C.   RENTANG RESPON KONSEP DIRI

Rentang respon konsep diri (Stuart G. W dan Sundeen, S. J, 1998)

Respon adaptif                                                            Respon mal adaptif



Aktualisasi      konsep           harga diri         kerancuan       depresionalisasi
Diri                   positif               rendah             identitas

Respon adaptif adalah respon yang masih dapt diterima oleh norma – norma sosial, secara umum yang berlaku di masyarakat.
Respon adaptif terdiri dari :
a.    Aktualisasi diri
Pernyataan tentang konsep diri dengan yang positif dengan latar belakang
pengalaman sukses.
b.    Konsep diri positif
Klien mempunyai pengalaman yang positif dalam perwujudan dirinya, dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahan secara jujur dalam menilai asuatu masalah sesuai dengan norma – norma sosial dan kebudayaan suatu tempat jika menyimpang ini merupakan respon adaptif.

Respon mal adaptif terdiri dari :
a.    Harga diri rendah
Transisi antara adaptif dan mal adaptif, sehingga individu cenderung berfikir ke arah negatif.
b.    Kerancuan identitas
Kegagalan individu mengintegrasikan aspek – aspek masa kanak – kanak ke dalam kematangan aspek psikologis, kepribadian pada masa dewasa secara harmonis.
c.    Depresionalisasi
Perasaan yang tidak realistis dan asing terhadap diri sendiri yang berhubungan dengan kecemasan, kepanikan dan tidak dapat membedakan dirinya dari orang lain sehingga mereka tidak dapat mengenal dirinya.

Harga diri adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan menganalisa seberapa jauh prilaku memenuhi ideal diri. Gangguan harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan tentang diri atau kemampuan diri yang negatif yang dapat secara langsung atau tidak langsung diekspresikan (Townsend, 1998). Menurut Schult & Videbeck (1998), gangguan harga diri rendah adalah penilaian negatif seseorang terhadap diiri dan kemampuan, yang diekspresikan secara langsung maupun tidak langsungGangguan harga diri rendah digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri, merasa gagal mencapai keinginan. (Budi Ana Keliat, 1999). Jadi dapat disimpulkan bahwa perasaan negatif terhadap diri sendiri yang dapat diekspresikan secara langsung dan tak langsung.
karena banyaknya materi tentang asuhan keperawatan HDR ini saya cantum link download lengkap dari kata pengantar, materi, dan rencana keperawatan. click gambar terima kasih

Kamis, 16 Juni 2011

INFEKSI MASA NIFAS

A. Pengertian

Infeksi masa adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman – kuman ke dalam alat – alt genital pada waktu persalinan dan nifas. Demam nifas atau morbiditas puerperalis meliputi demam dalam masa nifas oleh sebab apapun. Menurut Joint Committee on Maternal Welfare, morbiditas puerperalis ialah kenaikan suhu sampai 380 C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama postpartum, dengan mengecualikan hari pertama.


B. Penyebab

Infeksi nifas umumnya disebabkan oleh bakteri yang dalam keadaan normal berada dalam usus dan jalan lahir. Gorback mendapatkan dari 70 % biakan serviks normal dapat pula ditemukan bakteri anaerob dan aerob patogen. Kuman anerob adalah kokus gram positif (Peptostreptokokus, Peptokokus, Bakteroides dan Clostridium). Kuman aerob adalah bermacam gram positif dan E. coli. Selain itu, infeksi nifas dapat pula disebabkan oleh :

- Streptococus haemolyticus aerobicus, ini merupakan penyebab infeksi yang berat, khususnya golongan A. Infeksi ini biasanya eksogen (dari penderita lain, alat atau kain yang tidak steril, infeksi tenggorokan orang lain)

- Staphylococus aureus, kuman ini biasanya menyebabkan infeksi terbatas, walaupun kadang – kadang menjadi sebab infeksi umum. Banyak ditemukan di rumah sakit.

- Escherichia coli, Kuman ini umumnya berasal dari kandung kencing atau rektum dan dapat menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva, dan endometrium. Kuman ini merupakan sebab dari infeksi traktus urinarius.

- Clostridium welchii, infeksi kuman yang bersifat anerobik jarang ditemukan tetapi sangat berbahaya. Infeksi lebih sering terjadi pada abortus kriminalis.

C. Cara terjadinya infeksi :

1. Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina dalam uterus. Kemungkinan lain ialah bahwa sarung tangan atau alt – alt yang dimasukkan ke dalam jalan lahir tidak sepenuhnya bebas dari kuman – kuman.

2. Droplet infection

Sarung tangan atau alat – alat terkena kontaminasi bakteri yang berasal dari hidung atau tenggorokan penolong.

3. Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman pathogen, berasal dari penderita-penderita dengan berbagai jenis infeksi. Kuman-kuman ini bisa dibawa aliran udara kemana-mana.
4. Coitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban.
5. Infeksi intrapartum sudah dapat memperlihatkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan. Infeksi intrapartum biasanya terjadi pada partus lama, apalagi jika ketuban sudah lama pecah dan beberapa kali dilakukan pemeriksaan dalam. Gejala-gejala ialah kenaikan suhu, biasanya disertai dengan leukositosis dan takikardia; denyut jantung janin dapat meningkat pula. Air ketuban biasa menjadi keruh dan bau.

D. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang terpenting pada infeksi nifas ialah :

1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan penderita, seperti perdarahan banyak, pre-eklamsia, juga infeksi lain, seperti pneumonia, penyakit jantung, dan sebagainya.
2. Partus lama, terutama dengan ketuban pecah lama.
3. Tindakan bedah vaginal, yang menyebabkan perlukaan pada jalan lahir.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban, dan bekuan darah.

E. Golongan Infeksi Nifas

Dapat dibagi dalam 2 golongan : yaitu (1) infeksi yang terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks, dan endometrium ; dan (2) penyebaran dari tempat-tempat tersebut melalui vena-vena, melalui jalan limfe, dan melalui permukaan endometrium.

1. Infeksi pada perineum, vulva, vagina, seviks, dan endometrium

Vulvitis

Pada infeksi bekas sayatan episiotomi atau luka perineum jaringan sekitarnya membengkak, tepi luka menjadi merah dan bengkak ; jahitan ini mudah terlepas dan luka yang terbuka menjadi ulkus dan mangaluarkan pus.

Vaginitis

Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau melalui perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus, dan getah mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus. Penyebaran dapat terjadi, tetapi pada umumnya infeksi tinggal terbatas.

Servisitis

Infeksi sering juga terjadi, akan tetapi biasanya tidak menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan meluas dan langsung kedasar ligamentum latum dapat menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.

Endometritis

Jenis infeksi yang paling sering ialah endometritis. Kuman-kuman memasuki endometrium, biasanya pada luka bekas Insersio plasenta, dan dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium.

2. Penyebaran melalui pembuluh-pembuluh darah

Septikemia dan piemia

Ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman-kuman yang sangat pathogen biasanya Streptococcus haemolyticus golongan A. Infeksi ini sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian karena infeksi nifas.

Pada septicemia kuman-kuman dari sarangnya di uterus, langsung masuk keperedaran darah umum dan menyebabkan infeksi umum. Adanya septicemia dapat dibuktikan dengan jalan pembiakan kuman-kuman dari darah. Pada piemia terdapat dahulu tromboflebitis pada vena-vena diuterus serta sinus-sinus pada bekas tempat plasenta. Tromboflebitis ini menjalar ke vena uterine, vena hipogastrika, dan/atau vena ovarii (tromboflebitis pelvika). Dari tempat-tempat thrombus itu embolus kecil yang mengandung kuman-kuman dilepaskan. Tiap kali dilepaskan, embolus masuk keperedaran darah umum dan dibawa oleh aliran darah ketempat-tempat lain, antaranya ke paru-paru, ginjal, otak, jantung, dan sebagainya, dan mengakibatkan terjadinya abses-abses ditempat-tempat tersebut. Keadaan ini dinamakan piemia.

Penyebaran melalui jalan limfe dan jalan lain

Peritonitis

Infeksi nifas dapat menyebar melalui pembuluh limfe didalam uterus langsung mencapai peritoneum dan menyebabkan peritonitis, atau melalui jaringan diantara kedua lembar ligamentum latum yang menyebabkan parametritis ( sellulitis pelvika).

Parametritis (sellulitis pelvika)

Peritonitis dapat pula terjadi melalui salpingo-ooforitis atau sellulitis pelvika.

Infeksi jaringan ikat pelvis dapat terjadi melalui tiga jalan yakni :

1. Penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis.

2. Penyebaran langsung dari luka pada serviks yang meluas sampai kedasar ligamentum.

3. Penyebaran sekunder dari tromboflebitis pelvika.

Penyebaran melalui permukaan endometrium

Salpingitis, ooforitis

Kadang-kadang walaupun jarang, infeksi yang menjalar ketuba Fallopii, malahan ke ovarium.

F. Gambaran Klinik

Infeksi pada perineum, vulva, vagina, dan serviks

Gejalanya berupa rasa nyeri serta panas pada tempat infeksi, dan kadang-kadang perih bila kencing. Bilamana getah radang bisa keluar, biasanya keadaannya tidak berat suhu sekitar 38° C, dan nadi dibawah 100 per menit. Bila luka terinfeksi tertutup oleh jahitan dan getah radang tidak dapat keluar, demam bisa naik sampai 39-40°C dengan kadang-kadang disertai menggigil.

Endometritis

Uterus pada endometritis agak membesar, serta nyeri pada perabaan, dan lembek. Mulai hari ke-3 suhu meningkat, nadi menjadi cepat, akan tetapi dalam beberapa hari suhu dan nadi menurun dan dalam kurang dari satu minggu keadaan sudah normal kembali. Lokia pada endometritis, biasanya bertambah dan kadang-kadang berbau.

Septikemia dan piemia

Sampai tiga hari postpartum suhu meningkat dengan cepat, biasanya disertai dengan menggigil. Selanjutnya, suhu berkisar antara 39-40°C, keadaan umum cepat memburuk, nadi menjadi cepat (140-160/menit atau lebih). Penderita dapat meninggal dalam 6-7 hari postpartum. Jika ia hidup terus, gejala-gejala menjadi seperti piemia. Pada piemia penderita tidak lama postpartum sudah merasa sakit, perut nyeri dan suhu agak meningkat. Akan tetapi, gejala-gejala infeksi umum dengan suhu tinggi serta menggigil terjadi setelah kuman-kuman dengan embolus memasuki peredaran darah umum. Satu cirri khusus pada piemia ialah bahwa berulang-ulang suhu meningkat dengan cepat disertai dengan menggigil, kemudian diikuti oleh turunnya suhu.

Peritonitis

Peritonitis nifas bisa terjadi karena meluasnya endometritis, tetapi dapat juga ditemukan bersama-sama dengan salpingo-ooforitis dan sellulitis pelvika.

Peritonitis, yang tidak menjadi peritonitis umum, terbatas pada daerah pelvis. Penderita demam, perut bawah nyeri, tetapi keadaan umum tetap baik. Peritonitis umum disebabkan oleh kuman yang sangat pathogen dan merupakan penyakit berat. Suhu meningkat menjadi tinggi, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri, ada defense musculaire. Muka penderita yang mulanya kemerah-merahan, menjadi pucat, mata cekung, kulit muka dingin, terdapat apa yang dinamakan facies hippocratica.

Sellulitis Pelvika

Sellulitis pelvika ringan dapat menyebabkan suhu yang meninggi dalam nifas. Bila suhu tinggi menetap lebih dari satu minggu disertai dengan rasa nyeri dikiri atau dikanan dan nyeri pada pemeriksaan dalam, hal ini patut dicurigai terhadap kemungkinan sellulitis pelvika. Pada pemeriksaan dalam dapat diraba tahanan padat dan nyeri disebelah uterus dan tahanan ini yang berhubungan erat dengan tulang panggul, dapat meluas keberbagai jurusan. Ditengah-tengah jaringan yang meradang itu bisa tumbuh abses. Penderita tampak sakit, nadi cepat, dan perut nyeri.

Salpingitis dan ooforitis

Gejala salpingitis dan ooforitis tidak dapat dipisahkan dari pelvio-peritonitis.

G. Diagnosis

Kebanyakan demam setelah persalinan disebabkan oleh infeksi nifas. Paling sering ditemukan ialah radang saluran pernafasan (bronchitis, pneumonia, dan sebagainya), pielonefritis, dan mastitis.

Dalam minggu pertama biasanya gejala-gejala setempat belum menunjukkan dengan nyata adanya perluasan infeksi ; yang lebih penting ialah gejala umum. Seorang penderita dengan infeksi yang meluas diluar porte d’entrĂ©e tampaknya sakit, suhu meningkat dengan kadang-kadang disertai menggigil, nadi cepat, keluhannya juga lebih banyak.

H. Prognosis

Menurut derajatnya septicemia merupakan infeksi yang paling berat dengan mortalitas tinggi, dan yang segera diikuti oleh peritonitis umum. Pada Pelvioperitonitis dan Sellulitis pelvis bahaya kematian dapat diatasi dengan pengobatan yang sesuai. Abses memerlukan tindakan untuk mengeluarkan nanahnya.

I. Pencegahan

Selama kehamilan

Oleh karena anemia merupakan predisposisi untuk infeksi nifas, harus diusahakan untuk memperbaikinya. Keadaan gizi juga merupakan factor penting, karenanya diet yang baik harus diperhatikan.

Coitus pada hamil tua sebaiknya dilarang karena dapat mengakibatkan pecahnya ketuban dan terjadinya infeksi.

Selama persalinan

Usaha-usaha pencegahan terdiri dari membatasi sebanyak mungkin kuman-kuman dalam jalan lahir, menjaga supaya persalinan tidak berlarut-larut, menyelesaikan persalinan dengan trauma sedikit mungkin, dan mencegah terjadinya perdarahan banyak. Semua petugas dalam kamar bersalin harus menutup hidung dan mulut dengan masker, alat-alat, kain-kain yang dipakai dalam persalinan harus suci hama. Pemeriksaan dalam hanya boleh dilakukan jika perlu, terjadinya perdarahan harus dicegah sedapat mungkin dan transfusi darah harus diberikan menurut keperluan.

Selama nifas

Sesudah partus terdapat luka-luka dibeberapa tempat pada jalan lahir. Pada hari pertama postpartum harus dijaga agar luka-luka ini tidak dimasuki kuman-kuman dari luar. Tiap penderita dengan tanda-tanda infeksi nifas jangan dirawat bersama dengan wanita-wanita dalam nifas sehat.

J. Pengobatan

Antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan infeksi nifas. Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu dimulai tanpa menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau antibiotika dengan spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya tahan badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang mengandung zat-zat yang diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita, dan bila perlu transfusi darah dilakukan.

Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah terjadi abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya nanah tidak masuk kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

PAYUDARA BERUBAH MENJADI MERAH, PANAS, DAN TERASA SAKIT

A. Pembendungan ASI (Zogstuwing, engorgement of the breast)

Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron turun dalan 2 – 3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi keluarnya Pituitary Lactogenic Hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktinoleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus – alveolus kelenjar mamae terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan reflek yang menyebabkan kontraksi sel – sel mioepitelialyang mengelilingi alveolus dan duktus kecil kelenjar – kelenjar tersebut. Reflek ini timbul jika bayi menyusu.

Penyebab :

- Bayi tidak menyusu dengan baik sehingga kelenjar – kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna

- Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui

Komplikasi :

- Payudara terasa panas, keras pada perabaan

- Nyeri pada payudara

- Putting susu datar sehingga menyebabkan bayi sukar menyusui

- Pengeluaran air susu terhalang sebab duktuli laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta pembuluh limfe

Penanganan :

- Menyokong mamae dengan BH yang nyaman

- Memberikan analgetika

- Sebelyum bayi menyusu pengeluaran air susu dengan pijatan yang ringan

- Kompres dingin

B. Mastitis

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Kejadian ini biasanya terjadi 1 – 3 minggu setelah postpartum.

Klasifikasi :

1. mastitis dibawah areola mamae

2. Mastitis di tengah – tengah mamae

3. mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar – kelenjar antara mamae dan otot – otot dibawahnya

Penyebab :

- Staphylococus aureus

- Sumbatan saluran susu yang berlanjut

Komplikasi :

- Mamae membesar, nyeri, merah, dan menmbengkak

- Temperatur badan ibu tinggi kadang disertai menggigil

- Bila mastitis nerlanjut dapat menyebabkan abses payudara

Pencegahan :

- Perawatan putting susu pada waktu laktasi

- Perawat yang memberikan pertolongan pada ibunyang menyusui bayinya harus bebas dari infeksi dengan stafilokokus

- Bila ada retak atau luka pada putting sebaiknya bayinya jangan menyusu pada mamae yang bersangkutan

- Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan

Pengobatan :

- berikan antibiotika

- Bila terdapat abses, pus perlu dikeluarkan

DAFTAR PUSTAKA

1. Wiknjosastro, Hanifa. 2005. Ilmu Kebidanan. Bina Pustaka Sarwono. Jakarta

2. Wiknjosastro, Hanifa. 2000. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatus. Yayasan Bina Pustaka. Jakarta

3. Saifuddin, Abdul Bari. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

HIPERTENSI

Pengertian
Hipertensi adalah peningkatan abnormal pada tekanan sistolik 140 mm Hg
atau lebih dan tekanan diastolic 120 mmHg (Sharon, L.Rogen, 1996).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHG
dan tekanan darah diastolic lebih dari 90 mmHG (Luckman Sorensen,1996).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah
sistolik 140 mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolic 90 mmHg atau
lebih. (Barbara Hearrison 1997)
Dari ketiga definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah
peningkatan tekanan darah yang abnormal dengan sistolik lebih dari 140
mmHg dan diastolic lebih dari 90 mmHg.

Etilogi.
Pada umunya hipertensi tidak mempunyai penyebab yang spesifik. Hipertensi
terjadi sebagai respon peningkatan cardiac output atau peningkatan tekanan
perifer
Namun ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi:
a. Genetik: Respon nerologi terhadap stress atau kelainan eksresi atau
transport Na.
b. Obesitas: terkait dengan level insulin yang tinggi yang mengakibatkan
tekanan darah meningkat.
c. Stress Lingkungan
d. Hilangnya Elastisitas jaringan and arterisklerosis pada orang tua serta
pelabaran pembuluh darah.
Berdasarkan etiologinya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan yaitu:
a. Hipertensi Esensial (Primer)
Penyebab tidak diketahui namun banyak factor yang mempengaruhi seperti
genetika, lingkungan, hiperaktivitas, susunan saraf simpatik, system
rennin angiotensin, efek dari eksresi Na, obesitas, merokok dan stress.
b. Hipertensi Sekunder
Dapat diakibatkan karena penyakit parenkim renal/vakuler renal. Penggunaan
kontrasepsi oral yaitu pil. Gangguan endokrin dll.
Patofisiologi
Menurunnya tonus vaskuler meransang saraf simpatis yang diterukan ke sel
jugularis. Dari sel jugalaris ini bias meningkatkan tekanan darah. Dan
apabila diteruskan pada ginjal, maka akan mempengaruhi eksresi pada rennin
yang berkaitan dengan Angiotensinogen. Dengan adanya perubahan pada
angiotensinogen II berakibat pada terjadinya vasokontriksi pada pembuluh
darah, sehingga terjadi kenaikan tekanan darah.
Selain itu juga dapat meningkatkan hormone aldosteron yang menyebabkan
retensi natrium. Hal tersebut akan berakibat pada peningkatan tekanan
darah. Dengan Peningkatan tekanan darah maka akan menimbulkan kerusakan
pada organ organ seperti jantung.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada klien dengan hipertensi adalah meningkatkan
tekanan darah > 140/90 mmHg, sakit kepala, epistaksis, pusing/migrain,
rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang kunang, lemah dan lelah,
muka pucat suhu tubuh rendah.

Komplikasi
Organ organ tubuh sering terserang akibat hipertensi anatara lain mata
berupa perdarahan retina bahkan gangguan penglihatan sampai kebutaan,
gagal jantung, gagal ginjal, pecahnya pembuluh darah otak.
Penatalaksanaan Medis
Penanggulangan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua jenis
penatalaksanaan:
a. Penatalaksanaan Non Farmakologis.
1. Diet
Pembatasan atau pengurangan konsumsi garam. Penurunan BB dapat menurunkan
tekanan darah dibarengi dengan penurunan aktivitas rennin dalam plasma dan
kadar adosteron dalam plasma.
2. Aktivitas.
Klien disarankan untuk berpartisipasi pada kegiatan dan disesuaikan dengan
batasan medis dan sesuai dengan kemampuan seperti berjalan, jogging,
bersepeda atau berenang.
b. Penatalaksanaan Farmakologis.
Secara garis besar terdapat bebrapa hal yang perlu diperhatikan dalam
pemberian atau pemilihan obat anti hipertensi yaitu:
1. Mempunyai efektivitas yang tinggi.
2. Mempunyai toksitas dan efek samping yang ringan atau minimal.
3. Memungkinkan penggunaan obat secara oral.
4. Tidak menimbulakn intoleransi.
5. Harga obat relative murah sehingga terjangkau oleh klien.
6. Memungkinkan penggunaan jangka panjang.
Golongan obat - obatan yang diberikan pada klien dengan hipertensi seperti
golongan diuretic, golongan betabloker, golongan antagonis kalsium,
golongan penghambat konversi rennin angitensin.

Test diagnostic.
a. Hb/Ht: untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan factor resiko seperti :
hipokoagulabilitas, anemia.
b. BUN / kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi / fungsi ginjal.
c. Glucosa : Hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat
diakibatkan oleh pengeluaran kadar ketokolamin.
d. Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan
ada DM.
e. CT Scan : Mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
f. EKG : Dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang
P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
g. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : Batu ginjal,
perbaikan ginjal.
h. Poto dada : Menunjukan destruksi kalsifikasi pada area katup,
pembesaran jantung.

Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat.
Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda :Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala :Riwayat Hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit cebrocaskuler, episode palpitasi.
Tanda :Kenaikan TD, Nadi denyutan jelas dari karotis, jugularis,
radialis, tikikardi, murmur stenosis valvular, distensi vena jugularis,
kulit pucat, sianosis, suhu dingin (vasokontriksi perifer) pengisian
kapiler mungkin lambat/ bertunda.
c. Integritas Ego.
Gejala :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple
(hubungan, keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan.
Tanda :Letupan suasana hat, gelisah, penyempitan continue perhatian,
tangisan meledak, otot muka tegang, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi
Gejala : Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat
penyakit ginjal pada masa yang lalu.)

e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak
serta kolesterol, mual, muntah dan perubahan BB akhir akhir ini
(meningkat/turun) Riowayat penggunaan diuretic
Tanda: Berat badan normal atau obesitas,, adanya edema, glikosuria.
f. Neurosensori
Genjala: Keluhan pening pening/pusing, berdenyu, sakit kepala,
subojksipital (terjadi saat bangun dan menghilangkan secara spontan
setelah beberapa jam) Gangguan penglihatan (diplobia, penglihatan kabur,
epistakis).
Tanda: Status mental, perubahan keterjagaan, orientasi, pola/isi bicara,
efek, proses piker, penurunan keuatan genggaman tangan.
g. Nyeri/ ketidaknyaman
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/ keterlibatan jantung),sakit
kepala.
h. Pernafasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dari kativitas/kerja takipnea,
ortopnea,dispnea, batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distress pernafasan/penggunaan otot aksesori pernafasan bunyi
nafas tambahan (krakties/mengi), sianosis.
i. Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala: Faktor resiko keluarga: hipertensi, aterosporosis, penyakit
jantung, DM.
Faktor faktor etnik seperti: orang Afrika-amerika, Asia Tenggara,
penggunaan pil KB atau hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
Rencana pemulangan : bantuan dengan pemantau diri TD/perubahan dalam
terapi obat.

Diagnosa, Kriteria hasil dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 .
Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan vasokontriksi
pembuluh darah.
Kriteria Hasil :
Klien berpartisifasi dalam aktivitas yang menurunkan tekanan darah / beban
kerja jantung , mempertahankan TD dalam rentang individu yang dapat
diterima, memperlihatkan norma dan frekwensi jantung stabil dalam rentang
normal pasien.
Intervensi
1. Observasi tekanan darah (perbandingan dari tekanan memberikan gambaran
yang lebih lengkap tentang keterlibatan / bidang masalah vaskuler).
2. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer (Denyutan
karotis,jugularis, radialis dan femoralis mungkin teramati / palpasi.
Dunyut pada tungkai mungkin menurun, mencerminkan efek dari vasokontriksi
(peningkatan SVR) dan kongesti vena).
3. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas. (S4 umum terdengar pada
pasien hipertensi berat karena adanya hipertropi atrium, perkembangan S3
menunjukan hipertropi ventrikel dan kerusakan fungsi, adanya krakels,
mengi dapat mengindikasikan kongesti paru sekunder terhadap terjadinya
atau gagal jantung kronik).
4. Amati warna kulit, kelembaban, suhu, dan masa pengisian kapiler.
(adanya pucat, dingin, kulit lembab dan masa pengisian kapiler lambat
mencerminkan dekompensasi / penurunan curah jantung).
5. Catat adanya demam umum / tertentu. (dapat mengindikasikan gagal
jantung, kerusakan ginjal atau vaskuler).
6. Berikan lingkungan yang nyaman, tenang, kurangi aktivitas / keributan
ligkungan, batasi jumlah pengunjung dan lamanya tinggal. (membantu untuk
menurunkan rangsangan simpatis, meningkatkan relaksasi).
7. Anjurkan teknik relaksasi, panduan imajinasi dan distraksi. (dapat
menurunkan rangsangan yang menimbulkan stress, membuat efek tenang,
sehingga akan menurunkan tekanan darah).
8. Kolaborasi dengan dokter dlam pembrian therafi anti
hipertensi,deuritik. (menurunkan tekanan darah).

Dignosa 2
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum, ketidak
seimbangan antara suplai dan kebutuhan O2.
Kriteria Hasil :
Klien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang di inginkan / diperlukan,
melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
Intervensi
1. Kaji toleransi pasien terhadap aktivitas dengan menggunkan parameter :
frekwensi nadi 20 per menit diatas frekwensi istirahat, catat peningkatan
TD, dipsnea, atau nyeridada, kelelahan berat dan kelemahan, berkeringat,
pusig atau pingsan. (Parameter menunjukan respon fisiologis pasien
terhadap stress, aktivitas dan indicator derajat pengaruh kelebihan kerja
/ jantung).
2. Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktivitas contoh : penurunan kelemahan
/ kelelahan, TD stabil, frekwensi nadi, peningkatan perhatian pada
aktivitas dan perawatan diri. (Stabilitas fisiologis pada istirahat
penting untuk memajukan tingkat aktivitas individual).
3. Dorong memajukan aktivitas / toleransi perawatan diri. (Konsumsi
oksigen miokardia selama berbagai aktivitas dapat meningkatkan jumlah
oksigen yang ada. Kemajuan aktivitas bertahap mencegah peningkatan
tiba-tiba pada kerja jantung).
4. Berikan bantuan sesuai kebutuhan dan anjurkan penggunaan kursi mandi,
menyikat gigi / rambut dengan duduk dan sebagainya. (teknik penghematan
energi menurunkan penggunaan energi dan sehingga membantu keseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen).
5. Dorong pasien untuk partisifasi dalam memilih periode aktivitas.
(Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan
mencegah kelemahan).

Diagnosa 3
Gangguan rasa nyaman nyeri : sakit kepela berhubungan dengan peningkatan
tekanan vaskuler cerebral.
Kriteria Hasil :
Melaporkan nyeri / ketidak nyamanan tulang / terkontrol, mengungkapkan
metode yang memberikan pengurangan, mengikuti regiment farmakologi yang
diresepkan.
Intervensi
1. Pertahankan tirah baring selama fase akut. (Meminimalkan stimulasi /
meningkatkan relaksasi).
2. Beri tindakan non farmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,
misalnya : kompres dingin pada dahi, pijat punggung dan leher serta teknik
relaksasi. (Tindakan yang menurunkan tekanan vaskuler serebral dengan
menghambat / memblok respon simpatik, efektif dalam menghilangkan sakit
kepala dan komplikasinya).
3. Hilangkan / minimalkan aktivitas vasokontriksi yang dapat meningkatkan
sakit kepala : mengejan saat BAB, batuk panjang,dan membungkuk. (Aktivitas
yang meningkatkan vasokontriksi menyebabkan sakit kepala pada adanya
peningkatkan tekanan vakuler serebral).
4. Bantu pasien dalam ambulasi sesuai kebutuhan. (Meminimalkan penggunaan
oksigen dan aktivitas yang berlebihan yang memperberat kondisi klien).
5. Beri cairan, makanan lunak. Biarkan klien itirahat selama 1 jam setelah
makan. (menurunkan kerja miocard sehubungan dengan kerja pencernaan).
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik, anti ansietas,
diazepam dll. (Analgetik menurunkan nyeri dan menurunkan rangsangan saraf
simpatis).

Diagnosa 4
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
nutrisi in adekuat, keyakinan budaya, pola hidup monoton.
Kriteria Hasil :
klien dapat mengidentifikasi hubungan antara hipertensi dengan kegemukan,
menunjukan perubahan pola makan, melakukan / memprogram olah raga yang
tepat secara individu.
Intervensi
1. Kaji emahaman klien tentang hubungan langsung antara hipertensi dengan
kegemukan. (Kegemukan adalah resiko tambahan pada darah tinggi, kerena
disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah jantung berkaitan
dengan masa tumbuh).
2. Bicarakan pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan
lemak,garam dan gula sesuai indikasi. (Kesalahan kebiasaan makan menunjang
terjadinya aterosklerosis dan kegemukan yang merupakan predisposisi untuk
hipertensi dan komplikasinya, misalnya, stroke, penyakit ginjal, gagal
jantung, kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan intra vaskuler
dan dapat merusak ginjal yang lebih memperburuk hipertensi).
3. Tetapkan keinginan klien menurunkan berat badan. (motivasi untuk
penurunan berat badan adalah internal. Individu harus berkeinginan untuk
menurunkan berat badan, bila tidak maka program sama sekali tidak
berhasil).
4. Kaji ulang masukan kalori harian dan pilihan diet. (mengidentivikasi
kekuatan / kelemahan dalam program diit terakhir. Membantu dalam
menentukan kebutuhan inividu untuk menyesuaikan / penyuluhan).
5. Tetapkan rencana penurunan BB yang realistic dengan klien, Misalnya :
penurunan berat badan 0,5 kg per minggu. (Penurunan masukan kalori
seseorang sebanyak 500 kalori per hari secara teori dapat menurunkan berat
badan 0,5 kg / minggu. Penurunan berat badan yang lambat mengindikasikan
kehilangan lemak melalui kerja otot dan umumnya dengan cara mengubah
kebiasaan makan).
6. Dorong klien untuk mempertahankan masukan makanan harian termasukkapan
dan dimana makan dilakukan dan lingkungan dan perasaan sekitar saat
makanan dimakan. (memberikan data dasar tentang keadekuatan nutrisi yang
dimakan dan kondisi emosi saat makan, membantu untuk memfokuskan perhatian
pada factor mana pasien telah / dapat mengontrol perubahan).
7. Intruksikan dan Bantu memilih makanan yang tepat , hindari makanan
dengan kejenuhan lemak tinggi (mentega, keju, telur, es krim, daging dll)
dan kolesterol (daging berlemak, kuning telur, produk kalengan,jeroan).
(Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan kolesterol penting dalam
mencegah perkembangan aterogenesis).
8. Kolaborasi dengan ahli gizi sesuai indikasi. (Memberikan konseling dan
bantuan dengan memenuhi kebutuhan diet individual).

Diagnosa 5
Inefektif koping individu berhubungan dengan mekanisme koping tidak
efektif, harapan yang tidak terpenuhi, persepsi tidak realistic.
Kriteria Hasil :
Mengidentifikasi perilaku koping efektif dan konsekkuensinya, menyatakan
kesadaran kemampuan koping / kekuatan pribadi, mengidentifikasi potensial
situasi stress dan mengambil langkah untuk menghindari dan mengubahnya.
Intervensi
1. Kaji keefektipan strategi koping dengan mengobservasi perilaku,
Misalnya : kemampuan menyatakan perasaan dan perhatian, keinginan
berpartisipasi dalam rencana pengobatan. (Mekanisme adaptif perlu untuk
megubah pola hidup seorang, mengatasi hipertensi kronik dan
mengintegrasikan terafi yang diharuskan kedalam kehidupan sehari-hari).
2. Catat laporan gangguan tidur, peningkatan keletihan, kerusakan
konsentrasi, peka rangsangan, penurunan toleransi sakit kepala, ketidak
mampuan untuk mengatasi / menyelesaikan masalah. (Manifestasi mekanisme
koping maladaptive mungkin merupakan indicator marah yang ditekan dan
diketahui telah menjadi penentu utama TD diastolic).
3. Bantu klien untuk mengidentifikasi stressor spesifik dan kemungkinan
strategi untuk mengatasinya. (pengenalan terhadap stressor adalah langkah
pertama dalam mengubah respon seseorang terhadap stressor).
4. Libatkan klien dalam perencanaan perwatan dan beri dorongan partisifasi
maksimum dalam rencana pengobatan. (keterlibatan memberikan klien
perasaan kontrol diri yang berkelanjutan. Memperbaiki keterampilan koping,
dan dapat menigkatkan kerjasama dalam regiment teraupetik.
5. Dorong klien untuk mengevaluasi prioritas / tujuan hidup. Tanyakan
pertanyaan seperti : apakah yang anda lakukan merupakan apa yang anda
inginkan ?. (Fokus perhtian klien pada realitas situasi yang relatif
terhadap pandangan klien tentang apa yang diinginkan. Etika kerja keras,
kebutuhan untuk kontrol dan focus keluar dapat mengarah pada kurang
perhatian pada kebutuhan-kebutuhan personal).
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan mulai merencanakan perubahan
hidup yang perlu. Bantu untuk menyesuaikan ketibang membatalkan tujuan
diri / keluarga. (Perubahan yang perlu harus diprioritaskan secara
realistic untuk menghindari rasa tidak menentu dan tidak berdaya).

Diagnosa 6
Kurang pengetahuan mengenai kondisi penyakitnya berhubungan dengan kurangn
Kriteria hasil
1. Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan regiment pengobatan.
2. Mengidentifikasi efek samping obat dan kemungkinan komplikasi yang
perlu diperhatikan. Mempertahankan TD dalam parameter normal.
Intervensi
3. Bantu klien dalam mengidentifikasi factor-faktor resiko kardivaskuler
yang dapat diubah, misalnya : obesitas, diet tinggi lemak jenuh, dan
kolesterol, pola hidup monoton, merokok, dan minum alcohol (lebih dari 60
cc / hari dengan teratur) pola hidup penuh stress. (Faktor-faktor resiko
ini telah menunjukan hubungan dalam menunjang hipertensi dan penyakit
kardiovaskuler serta ginjal).
4. Kaji kesiapan dan hambatan dalam belajar termasuk orang terdekat.
(kesalahan konsep dan menyangkal diagnosa karena perasaan sejahtera yang
sudah lama dinikmati mempengaruhi minimal klien / orang terdekat untuk
mempelajari penyakit, kemajuan dan prognosis. Bila klien tidak menerima
realitas bahwa membutuhkan pengobatan kontinu, maka perubahan perilaku
tidak akan dipertahankan).
5. Kaji tingkat pemahaman klien tentang pengertian, penyebab, tanda dan
gejala, pencegahan, pengobatan, dan akibat lanjut. (mengidentivikasi
tingkat pegetahuan tentang proses penyakit hipertensi dan mempermudahj
dalam menentukan intervensi).
6. Jelaskan pada klien tentang proses penyakit hipertensi
(pengertian,penyebab,tanda dan gejala,pencegahan, pengobatan, dan akibat
lanjut) melalui penkes. (Meningkatkan pemahaman dan pengetahuan klien
tentang proses penyakit hipertensi).

IV. Evaluasi
Resiko penurunan jantung tidak terjadi, intoleransi aktivitas dapat
teratasi, rasa sakit kepala berkurang bahkan hilang, klien dapat
mengontrol pemasukan / intake nutrisi, klien dapat menggunakan mekanisme
koping yang efektif dan tepat, klien paham mengenai kondisi penyakitnya.