1. Definisi Perdarahan Post Partum
Perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
Berdasarkan saat terjadinya perdarahan post partum dapat dibagi menjadi perdarahan post partum primer dan biasanya disebabakan atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri. Perdarahan Post partum sekunder biasanya terjadi karena sisa plasenta(Sarwono,2008)
Sebab-sebab perdarahan post partum dibagi menjadi:
a. Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (sarwono,2008). Atonia uteri, ketiksa uterus tidak berkontraksi, menyebabkan 90 % perdarahan post partum (Debbie Holmes,2011). Perdarahan post partum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dan menjadi penyebab utama perdarahan post partum. Faktor-faktor predisposisi yang harus diwaspadai diantaranya kerja uterus yang tidak efektif selama kala dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan di ikuti oleh kontraksi dan retraksi myometrium yang jelek di kala III (Harry oxorn,2010).
b. Retensio plasentaRetensio plasenta sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinua darah tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan post partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi daridaerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi myometrium dan perdarahanberlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.
Retensio plasenta, seluruh atau sebagian lobus succenturiata, sebuah cotiledon, atau setatu fragmen plasenta dapat menyebabkan perdarahan post partum. Tidak ada korelasi antara banyaknya plasenta yang masih melekat dan beratnya perdarahan. Hal yang perlu di pertimbangkan adalah derajad perlekatannya (Harry oxorn,2010). Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan nitabuchlayer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus myometriu dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium (Sarwono,2008)
Penalaksanaan pada retensio plasenta
Plasenta manual dilakukan pada riwayat perdarahan posr partum berulang, dan perdarahan melebihi 400cc. Bidan hanya diberikan kesempatan melakukan plasenta manual dalam keadaan yang darurat saja dengan indikasi perdarahan lebuhdari 400cc dan plasenta belum lahir setelah menunggu 30 menit
c. Robekan jalan lahir
Perdarahan yang cukup banyak terjadi dari robekan yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tidakan. Jalan lahir harus diinspeksi sesudah tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan (Harry oxorn,2010)
d. Kelainan perdarahanPenyebab perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang laen dapat disingkirkan apalagi disertai adanya riwayat pernah mengalami halyang sama pada persalinan sebelumnya.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dam waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation produk), serta perpanjangan tes protrombin dan PTT(partial tromboplastin time)
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,kematian janin dalam kandungan, eklamsia, emboli ketuban dan sepsis. Terapi yang dilakukan adala dengan tranfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan heparinisasi.
1) Terapi yang digunakan
a) Setiap wanita harus tahu jenis golongan darahnya
b) Anemia antepartum harus diobati
c) Pada kasus predisposisi atonia uteri disiapkan infus set dan dtambahan oksitosin
e. Inversi uterus
Kegawadaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinta inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan prkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Coede) atau tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin) (Sarwono.2008).
4. Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban dengan urine dan mungkin terserap handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan melalui jumlah sarung karana ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dn menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2 botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdrahan lebih dari 500ml. Bila ibu mengalami syok hipovolumik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.
(JNPK-KR, 2008)
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Post Partum
Konsep Umur dan Paritas
1. Umur
Bertambahnya umur wanita berhubungan dengan menurunnya fungsi dan kemampuan adaptasi organ-organ tubuh secara keseluruhan sehingga meningkatkan risiko timbulnya perdarahan post partum yang secara keseluruhan akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan dan persalinan (Nurzam Chalik Anwar, 2007). Salah satunya yaitu menurunnya kemampuan myometrium untuk berkontraksi setelah bayi lahir. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dan menjadi penyebab utama perdarahan post partum. Faktor-faktor predisposisi yang harus diwaspadai diantaranya kerja uterus yang tidak efektif selama kala dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan di ikuti oleh kontraksi dan retraksi myometrium yang jelek di kala III (Harry oxorn,2010:413).
- Perdarahan post partum adalah hilangnya darah lebih dari 500ml selama 24 jam pertama. Setelah 24 jam, keadaan ini dimanakan perdarahan post partum lanjut (late postpartum hemorrhage) (Harry Oxorn, 2010).
- Perdarahan post partum adalah perdarahan yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan jalan lahir dan jaringan sekitarnya dan merupakan salah satu penyebab kematian ibu disamping perdarahan karena hamil ektopik dan abortus (Sarwono,2008).
- Perdarahan post partum didefinisikan sebagai hilangnya 500 ml atau lebih darah setelah anak lahir. Pritchard dkk mendapatkan bahwa sekitar 5% wanita yang melahirkan pervaginam kehilangan lebih dari 1000 ml darah (Yayan Akhyar,2008)
Perdarahan post partum diklasifikasikan menjadi 2, yaitu :
- Perdarahan post partum primer / dini (early postpartum hemarrhage), yaitu perdarahan yang terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utamanya adalah atonia uteri, retention plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Banyaknya terjadi pada 2 jam pertama(Yayan Akhyar,2008)
- Perdarahan Post Partum Sekunder / lambat (late postpartum hemorrhage), yaitu-perdarahan yang terjadi setelah 24 jam pertama dan berlanjut sampai 6 minggu pasca partum (Debbie Holmes,2011)
Berdasarkan saat terjadinya perdarahan post partum dapat dibagi menjadi perdarahan post partum primer dan biasanya disebabakan atonia uteri, berbagai robekan jalan lahir, dan sisa sebagian plasenta. Dalam kasus yang jarang, bisa karena inversio uteri. Perdarahan Post partum sekunder biasanya terjadi karena sisa plasenta(Sarwono,2008)
Sebab-sebab perdarahan post partum dibagi menjadi:
a. Atonia uteri
Atonia uteri adalah keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir (sarwono,2008). Atonia uteri, ketiksa uterus tidak berkontraksi, menyebabkan 90 % perdarahan post partum (Debbie Holmes,2011). Perdarahan post partum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi terhenti. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dan menjadi penyebab utama perdarahan post partum. Faktor-faktor predisposisi yang harus diwaspadai diantaranya kerja uterus yang tidak efektif selama kala dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan di ikuti oleh kontraksi dan retraksi myometrium yang jelek di kala III (Harry oxorn,2010).
b. Retensio plasentaRetensio plasenta sebagian atau seluruh plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi, menyebabkan sinus-sinua darah tetap terbuka, dan menimbulkan perdarahan post partum. Begitu bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi daridaerah itu. Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi myometrium dan perdarahanberlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta dikeluarkan.
Retensio plasenta, seluruh atau sebagian lobus succenturiata, sebuah cotiledon, atau setatu fragmen plasenta dapat menyebabkan perdarahan post partum. Tidak ada korelasi antara banyaknya plasenta yang masih melekat dan beratnya perdarahan. Hal yang perlu di pertimbangkan adalah derajad perlekatannya (Harry oxorn,2010). Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif kala III bisa disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Disebut sebagai plasenta akreta bila implantasi menembus desidua basalis dan nitabuchlayer, disebut sebagai plasenta inkreta bila plasenta sampai menembus myometriu dan disebut plasenta perkreta bila vili korialis sampai menembus perimetrium (Sarwono,2008)
Penalaksanaan pada retensio plasenta
Plasenta manual dilakukan pada riwayat perdarahan posr partum berulang, dan perdarahan melebihi 400cc. Bidan hanya diberikan kesempatan melakukan plasenta manual dalam keadaan yang darurat saja dengan indikasi perdarahan lebuhdari 400cc dan plasenta belum lahir setelah menunggu 30 menit
c. Robekan jalan lahir
Perdarahan yang cukup banyak terjadi dari robekan yang dialami selama proses melahirkan baik yang normal maupun dengan tidakan. Jalan lahir harus diinspeksi sesudah tiap kelahiran selesai sehingga sumber perdarahan dapat dikendalikan (Harry oxorn,2010)
d. Kelainan perdarahanPenyebab perdarahan post partum karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang laen dapat disingkirkan apalagi disertai adanya riwayat pernah mengalami halyang sama pada persalinan sebelumnya.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostatis yang abnormal. Waktu perdarahan dam waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation produk), serta perpanjangan tes protrombin dan PTT(partial tromboplastin time)
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta,kematian janin dalam kandungan, eklamsia, emboli ketuban dan sepsis. Terapi yang dilakukan adala dengan tranfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen, dan heparinisasi.
1) Terapi yang digunakan
a) Setiap wanita harus tahu jenis golongan darahnya
b) Anemia antepartum harus diobati
c) Pada kasus predisposisi atonia uteri disiapkan infus set dan dtambahan oksitosin
e. Inversi uterus
Kegawadaruratan pada kala III yang dapat menimbulkan perdarahan adalah terjadinta inversi uterus. Inversi uterus adalah keadaan dimana lapisan dalam uterus (endometrium) turun dan keluar lewat ostium uteri eksternum, yang dapat bersifat inkomplit sampai komplit.
Faktor-faktor yang memungkinkan hal itu terjadi adalah adanya atonia uteri, serviks yang masih terbuka lebar, dan adanya kekuatan yang menarik fundus ke bawah (misalnya karena plasenta akreta, inkreta, dan prkreta, yang tali pusatnya ditarik keras dari bawah) atau ada tekanan pada fundus uteri dari atas (manuver Coede) atau tekanan intra abdominal yang keras dan tiba-tiba (misalnya batuk keras atau bersin) (Sarwono.2008).
4. Memperkirakan kehilangan darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan ketuban dengan urine dan mungkin terserap handuk, kain, atau sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara akurat melalui penghitungan melalui jumlah sarung karana ukuran sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Meletakkan wadah atau pispot dibawah bokong ibu untuk mengumpulkan darah, bukanlah cara efektif untuk mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak nyaman dn menyulitkan ibu untuk memegang dan menyusukan bayinya.
Satu cara untuk menilai kehilangan darah adalah dengan melihat volume darah yang terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500 ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah bisa mengisi 2 botol, ibu telah kehilangan 1 liter darah. Jika darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250ml darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah satu cara untuk menilai kondisi ibu. Cara tak langsung untuk mengukur jumlah kehilangan darah adalah melalui penampakan gejala dan tekanan darah. Apabila perdarahan menyebabkan ibu lemas, pusing dan kesadaran menurun serta tekanan darah sistolik turun lebih dari 10 mmHg dari kondisi sebelumnya maka telah terjadi perdrahan lebih dari 500ml. Bila ibu mengalami syok hipovolumik maka ibu telah kehilangan darah 50% dari total jumlah darah ibu (2000-2500 ml). Penting untuk selalu memantau keadaan umum dan menilai jumlah kehilangan darah ibu selama kala IV melalui tanda vital, jumlah darah yang keluar dan kontraksi uterus.
(JNPK-KR, 2008)
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perdarahan Post Partum
Konsep Umur dan Paritas
1. Umur
Bertambahnya umur wanita berhubungan dengan menurunnya fungsi dan kemampuan adaptasi organ-organ tubuh secara keseluruhan sehingga meningkatkan risiko timbulnya perdarahan post partum yang secara keseluruhan akan meningkatkan risiko morbiditas dan mortalitas ibu selama kehamilan dan persalinan (Nurzam Chalik Anwar, 2007). Salah satunya yaitu menurunnya kemampuan myometrium untuk berkontraksi setelah bayi lahir. Kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dan menjadi penyebab utama perdarahan post partum. Faktor-faktor predisposisi yang harus diwaspadai diantaranya kerja uterus yang tidak efektif selama kala dua kala persalinan yang pertama kemungkinan besar akan di ikuti oleh kontraksi dan retraksi myometrium yang jelek di kala III (Harry oxorn,2010:413).
2. Paritas
Perdarahan
dapat dipengaruhi oleh paritas dan usia ibu dalam melahirkan. Pada ibu
primipara dan grandemultipara mempunyai angka kematian maternal lebih tinggi.
Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut perdarahan
post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Ibu primipara dan
grandemultipara mempunyai angka kejadian perdarahan post partum lebih tinggi.
Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam menghadapi
persalinan yang pertama merupakan faktor ketidakmampuan ibu hamil dalam
menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan, dan nifas
(Rizma Adliah, 2007). Sebaliknya, uterus yang telah melahirkan banyak anak
cenderung bekerja tidak efisien dalam semua kala persalinan sehingga
berisiko mengalami penyulit selama persalinan. (Harry Oxorn,2010). Keadaan
lemahnya tonus/kontraksi rahim menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta
lahir (sarwono,2008).Perdarahan dapat dipengaruhi oleh paritas dan usia ibu
dalam melahirkan. Pada ibu primipara dan grandemultipara mempunyai angka
kematian maternal lebih tinggi. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman ditinjau dari sudut
perdarahan post partum yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Ibu
primipara dan grandemultipara mempunyai angka kejadian perdarahan post partum
lebih tinggi. Pada paritas yang rendah (paritas satu), ketidaksiapan ibu dalam
menghadapi persalinan yang pertama merupakan faktor ketidakmampuan ibu hamil
dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan, dan nifas
(Rizma Adliah, 2007).
Sebaliknya, uterus yang telah melahirkan banyak anak cenderung bekerja tidak
efisien dalam semua kala persalinan
sehingga berisiko mengalami penyulit selama persalinan. (Harry
Oxorn,2010). Keadaan lemahnya tonus/kontraksi rahim menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi
dan plasenta lahir (sarwono,2008).
Referensi
Chalik, 2007. Hemorragi
Utama Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Widya Medika.
JNPK-KR. (2008). Asuhan
Persalinan Normal. Jakarta: EGC
Oxorn, Hari, (2010). Ilmu
Kebidanan Patologi Dan Fisiologi Persalinan. Yogyakarta : YEM
Sarwono, (2008). Ilmu Kebidanan.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Yayan_Akhyar, (2008).
Perdarahan Post Partum (Post Partum Hemorrhagic).www.belibis A-17.com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar