Program pemerintah untuk menurunkan kasus gizi buruk tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2005-2009. Kegiatan yang dilakukan antara lain meningkatkan
cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di posyandu, meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana gizi buruk di tingkat puskesmas/rumah sakit dan rumah tangga. Menyediakan PMT-Pemulihan
kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asupan gizi pada anak (ASI/MPASI) serta memberikan kapsul vitamin A.
Disamping upaya tersebut diatas, Pemerintah juga melakukan sosialisasi perbaikan pola asuh pemeliharaan balita, seperti promosi pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan rujukan dini kasus gizi kurang. Karena sampai saat ini perilaku ibu dalam menyusui secara eksklusif masih rendah yaitu baru mencapai 39% dari seluruh ibu yang menyusui bayi 0 – 6 bulan. Hal tersebut merupakan penyebab tak langsung dari masalah gizi pada anak balita.
Menurut WHO, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan rawat inap di rumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi buruk yang di rawat di rumah sakit, karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat mengganggu sosial ekonomi sehari-hari. Alternatif untuk memecahkan masalah tersebut
dengan melakukan penatalaksanaan balita gizi buruk di posyandu dengan koordinasi penuh dari puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan
tepat pada kasus gizi buruk baik di tingkat puskesmas maupun di rumah sakit, untuk membantu pemulihan kasus gizi buruk pada anak balita.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus selalu memberikan konseling dan penyuluhan tentang pentingnya pemberian gizi yang tepat sesuai dengan usia dan perkembangannya. Konseling tentang gizi balita bisa dilakukan ketika posyandu diadakan, ketika ibu balita berkunjung ke bidan desa untuk menggunakan KB. Disamping itu hendaknya tenaga kesehatan selalu memberikan penyadaran tentang pentingnya pemberian nutrisi tepat untuk balitanya. Hal itu bisa dilakukan melalui penyuluhan rutin, penyebaran leaflet dan pemasangan spanduk yang berhubungan dengan pemenuhan asupan nutrisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara berkala dan terus menerus agar ibu termotivasi untuk memberikan makanan tambahan sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pemberian makanan .
cakupan deteksi dini gizi buruk melalui penimbangan balita di posyandu, meningkatkan cakupan dan kualitas tatalaksana gizi buruk di tingkat puskesmas/rumah sakit dan rumah tangga. Menyediakan PMT-Pemulihan
kepada balita kurang gizi dari keluarga miskin, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan ibu dalam memberikan asupan gizi pada anak (ASI/MPASI) serta memberikan kapsul vitamin A.
Disamping upaya tersebut diatas, Pemerintah juga melakukan sosialisasi perbaikan pola asuh pemeliharaan balita, seperti promosi pemberian ASI secara eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan rujukan dini kasus gizi kurang. Karena sampai saat ini perilaku ibu dalam menyusui secara eksklusif masih rendah yaitu baru mencapai 39% dari seluruh ibu yang menyusui bayi 0 – 6 bulan. Hal tersebut merupakan penyebab tak langsung dari masalah gizi pada anak balita.
Menurut WHO, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan rawat inap di rumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi buruk yang di rawat di rumah sakit, karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat mengganggu sosial ekonomi sehari-hari. Alternatif untuk memecahkan masalah tersebut
dengan melakukan penatalaksanaan balita gizi buruk di posyandu dengan koordinasi penuh dari puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan yang lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan
tepat pada kasus gizi buruk baik di tingkat puskesmas maupun di rumah sakit, untuk membantu pemulihan kasus gizi buruk pada anak balita.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus selalu memberikan konseling dan penyuluhan tentang pentingnya pemberian gizi yang tepat sesuai dengan usia dan perkembangannya. Konseling tentang gizi balita bisa dilakukan ketika posyandu diadakan, ketika ibu balita berkunjung ke bidan desa untuk menggunakan KB. Disamping itu hendaknya tenaga kesehatan selalu memberikan penyadaran tentang pentingnya pemberian nutrisi tepat untuk balitanya. Hal itu bisa dilakukan melalui penyuluhan rutin, penyebaran leaflet dan pemasangan spanduk yang berhubungan dengan pemenuhan asupan nutrisi. Kegiatan ini diupayakan dilakukan secara berkala dan terus menerus agar ibu termotivasi untuk memberikan makanan tambahan sesuai dengan kebutuhan dan jadwal pemberian makanan .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar